MORFEM,
ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
PROSES MORFOLOGIS
Mata
Kuliah : Morfologi
Dosen
Pengampu : Drs. Jono, M.Pd.
Di
susun oleh : Dedi Febriyanto (1588201015)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NURUL HUDA SUKARAJA BUAY
MADANG OKU TIMUR SUMATERA SELATAN
2016
Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tanpa adanya halangan
yang berarti. Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya penulis tidak hanya
bergerak sendiri, banyak pihak yang ikut
andil memberikan dukungan sehingga makalah sederhana ini dapat terselesaikan.
Disini Penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Drs. Jono, M.Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah morfologi yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kebijaksaanaan kepada kami.
2.
Mahasiswa C2 yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam
pembuatan makalah dalam ruang lingkup kampus.
Selanjutnya, kami sangat menyadari dalam pembuatan
makalah ini tentunya masih sangat banyak kekurangan dan kesalahan yang terjadi,
untuk itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan guna penyempurnaan makalah yang akan datang. Terakhir, harapan
terbesar penulis semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua. Amin.
Penulis
Cahayamas, 24 Desember 2016
Daftar
Isi
Kata Pengantar
………………………………………………….... ii
Daftar Isi
…………………………………………………………... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang …………………………………………. 1
B. Rumusan
Masalah …………………………………….... 2
C. Tujuan
………………………………………………….. 2
BAB
II MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
PROSES MORFOLOGIS
A. Morfem
………………………………………………... 3
B. Alomorf
………………………………………………... 8
C. Proses
Morfofonemik …………………………………... 13
D. Proses
Morfologis …………………………………….... 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
..................................................................... 32
B. Saran
................................................................................ 33
Daftar Pustaka
................................................................................ 34
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa
merupakan bagian dari alat komunikasi manusia. Dengan bahasa manusia lebih
leluasa mengekspresikan segala hal tentang hidup. Secara umum manusia
menggunakan bahasa secara lisan maupun tulis (surat-menyurat dan yang
semisalnya), dan ketika berbahasa kita sering mengucapkan kata-kata yang
berulang (bapak-bapak, ibu-ibu, sayur mayur, dll), yang berafiks/berimbuhan
(bermain, mendoakan, dll), penggabungan kata yang mempunyai makna baru
(komposisi) seperti meja hijau, orang tua, jendela kaca, serta masih banyak
lagi yang lainnya. Dalam tataran ilmu kebahasaan, hal-hal yang tampak sangat
sederhana tersebut dikaji secara mendetail. Meskipun banyak dari kita yang acuh
tentang hal tersebut. Namun tidak demikian dengan para pecinta bahasa, bagi
mereka mempelajari semua hal yang terkait dengan bahasa merupakan suatu
kesenangan tersendiri. Dalam makalah sederhana ini, secara khusus penulis akan
mengkaji ilmu kebahasaan tataran morfologi tentang morfem, alomorf, proses
morfofonemik dan proses morfologis.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan morfem?
2. Apa
yang dimaksud dengan alomorf?
3. Apa
yang dimaksud dengan proses morfologis?
4. Apa
yang dimaksud dengan morfofonemik?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan
morfem
2. Mendeskripsikan
alomorf
3. Mendeskripsikan
proses morfologis
4. Mendeskripsikan
BAB
II
MORFEM,
ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
PROSES MORFOLOGIS
A.
MORFEM
1.
Definisi
Morfem
Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang
mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil (KBBI, 2008:929). Dengan kata lain morfem merupakan
satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya
tidak dapat dianalisis lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya.
Misalnya bentuk kata membeli dapat dianalisis menjadi dua bentuk
terkecil yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me} adalah sebuah morfem, yakni
morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk {beli}
juga morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna. Kalau kata
beli dianalisis menjadi lebih kecil lagi menjadi be- dan li,
jelas keduanya tidak memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya bukan morfem.
Untuk
menetapkan sebuah bentuk bahasa adalah morfem atau bukan didasarkan pada
kreteria bentuk dan makna itu sendiri, seperti diuraikan di bawah berikut ini.
a) Dua
bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah
morfem. Contoh kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah
sebuah morfem yang sama.
Ø Bulan
depan dia akan menikah.
Ø Sudah
tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
Ø Bulan
November lamanya 30 hari.
b) Dua
bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang berbeda merupakan dua
morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut
adalah dua buah morfem yang berbeda.
Ø Bank
Indonesia memberi bunga 5 persen pertahun.
Ø Dia
datang membawa bunga.
c) Dua
bentuk bahasa yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua
morfem yang berbeda. Misalnya kata ayah dan bapak
pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
Ø Ayah
pergi ke Medan.
Ø Bapak
baru pulang dari Medan.
d) Bentuk-bentuk
bahasa yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem
yang sama, asal perbedaan bentuk itu dijelaskan secara fonologis. Misalnya
bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata
berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Ø Melihat
{me-}
Ø Membina
{mem-}
Ø Mendengar
{men-}
Ø Menyusul
{meny-}
Ø Mengambil
{meng-}
Ø Mengecat
{menge-}
e) Bentuk
bahasa yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya juga disebut sebagai
morfem. Misalnya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan
bentuk kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem.
f) Bentuk
bahasa yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki
makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk baca pada
kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
Ø Membaca
Ø Pembaca
Ø Pembacaan
Ø Bacaan
Ø Terbaca
Ø Keterbacaan
g) Bentuk
yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa,
kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi merupakan morfem yang sama.
Misalnya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut memiliki makna yang
berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama.
Ø Ibunya
menjadi kepala sekolah di Palembang.
Ø Nomor
teleponnya tertera pada kepala surat itu.
Ø Kepala
jarum itu terbuat dari plastik.
Ø Setiap
kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
Ø Tubuhnya
memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.
2.
Klasifikasi
Morfem
Chaer
(2003:151—157) menjelaskan bahwa morfem terbagi menjadi empat jenis, seperti
terurai di bawah ini.
a)
Morfem
Bebas dan Morfem Terikat
morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran
morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya
bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus termasuk morfem bebas.
Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu
menggabungkannya dengan morfem lain. Sementara itu, yang dimaksud dengan morfem
terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat
muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem
terikat, begitu juga morfem penanda jamak dalam bahasa inggris.
Berkaitan
dengan morfem terikat, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.
Ø Pertama,
bentuk-bentuk seperti juang, henti,
gaul, dan baur juga merupakan morfem terikat, karena bentuk-bentuk
tersebut meskipun bukan afiks, namun tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa
terlebih dahulu mengalami proses morfologi seperti afikasasi, reduplikasi, dan
komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini biasa disebut bentuk prakategorial.
Ø Kedua,
sehubungan dengan praktagorial di atas,
menurut Verhaar (dalam Chaer, 2003:152) bentuk-bentuk seperti baca, tulis dan
tendang juga termasuk bentuk prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut
baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan
sesudah mengalami proses morfologis meskipun bentuk-bentuk tersebut dapat
muncul dalam kalimat imperatiif. Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah
kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus
digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus
digunakan prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam
kalimat imperatif, juga dalam kalimat partisif, harus digunakan prefiks
inflektif 0.
Ø Ketiga,
bentuk renta (yang hanya muncul
dalam bentuk tua renta), kerontang (dalam bentuk kering
kerontang), dan bugar (dalam bentuk segar bugar) juga
termasuk morfem terikat, karena hanya muncul dalam pasangan tertentu, maka
bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
Ø Keempat,
bentu-bentuk yang termasuk preposisi dan
konjung, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara
morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis marupakan bentuk
terikat.
Ø Kelima,
yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar untuk ditentukan
statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat,
biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan,
kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat
dipisahkan. Misalnya klitika –lah pada kalimat Ayahlah yang akan
datang dapat dipisahkam menjadi Ayahmulah yang akan datang. Begitu
juga dengan klitika –ku dalam konstruksi bukuku dapat dipisahkan
menjadi buku baruku. Menurut posisinya, klitika dapat dibedakan atas proklitika
dan enklitika. Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata
yang diikuti, seperti ku- dan kau. Sedangkan enklitika adalah
klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti –lah, –nya, dan
–ku.
b)
Morfem
Utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan
bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut. Apakah merupakan satu kesatuah
yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah karena disisipi oleh morfem
lain. Semua morfem bebas yang dibicarakan di atas seperti {meja}, {kursi},
{kecil}, {laut}, dan {pensil} merupakan morfem utuh. Termasuk juga sebagian
morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}.
Sementara itu, morfem terbagi adalah morfem yang
terdiri dari dua bagian yang terpisah, seperti kata kesatuan. Pada kata kesatuan
terdapat satu morfem utuh yakni {satu} dan satu morfem terbagi, yakni
{ke-/-an}, begitu juga pada kata perbuatan yang terdiri dari morfem utuh
{buat} dan morfem terbagi {per-/-an}.
Sehubungan dengan morfem terbagi, Chaer (2003:154)
mengemukakan bahwa semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an},
{ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah morfem terbagi. Namun bentuk
{ber-/-an} bisa merupakan konfiks, seperti pada bentuk bermunculan (banyak
yang tiba-tiba muncul) dan bentuk bermusuhan (saling memusuhi). Tetapi
bisa juga bukan merupakan konfiks seperti pada bentuk beraturan (mempunyai
aturan) dan berpakaian (mengenakan pakaian). Untuk menentukan apakah
bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang
disandangnya.
c)
Morfem
Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental
berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang
dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat},
dan {ber}. Jadi, morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sementara
morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental seperti, tekanan, nada, durasi, intonasi, dan sebagainya.
d)
Mofem
Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai
morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah
satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur
suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
e)
Morfem
Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang
secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses
dulu dengan morfem lain. Misalnya morfem {kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah}
adalah morfem bermakna leksikal. Hal ini disebabkan karena morfem-morfem
tersebut dengan sendirinya telah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai
kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.
Sebaliknya,
morfem tak bermakna leksikal tidak memiliki makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam
suatu proses morfologi, misalnya morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-},
dan {ter-}.
B.
ALOMORF
1.
Definisi
Alomorf
Alomorf adalah anggota morfem yang sama, yang
variasi bentuknya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya (KBBI,
2008:43).
Agar terlihat lebih jelas, alomorf
dapat dilihat pada deretan bentuk bahasa berikut:
1) Melihat
2) Merasa
3) Membawa
4) Membantu
5) Mendengar
6) Menduda
7) Menyanyi
8) Menyikat
9) Menggali
10) Menggoda
11) Mengelas
12) mengetik
Dari deretan bentuk di atas, terlihat bentuk yang
hampir sama, bukan hanya itu, makna dari deretan bentuk tersebut juga sama.
Bentuk-bentuk tersebut adalah me- pada melihat dan merasa,
mem- pada membawa dan membantu, men- pada mendengar dan
menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali
dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik.
Bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- merupakan sebuah
morfem yang sama.
Bentuk-bentuk
realisasi yang berlainan dari morfem yang sama seperti diuraikan di atas
disebut alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di
dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem memiliki alomorf,
entah satu alomorf, dua alomorf atau enam alomorf seperti dijelaskan di atas.
2.
Distribusi
Alomorf
Distribusi alomorf merupakan posisi yang bisa
ditempati alomorf dalam kebahasaan. Alomorf di sini adalah varisasi afiks yang
terjadi karena adanya pertemuan dengan fonem yang berbeda yang bisa
menghasilkan : pemunculan fonem, pengekalan fonem, peluluhan fonem, dll. Lebih
jelasnya perhatikan tabel berikut.
Alomorf
Dan Distribusi Alomorf
Afiks
|
Alomorf
|
Ciri-ciri
|
Contoh
|
Keterangan
|
me-
|
meng-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /a/, /i/,/u/, /e/,
/o/, /Ə/, /k/, /g/,/h/, atau /x/.
|
me + ambil ->
mengambil
|
Peluluhan /k/ kadang-kadang tidak terjadi jika
dirasakan perlu untuk membedakan makna tertentu, contoh pada kata mengaji
dan mengkaji.
|
|
menge-
|
Bentuk
dasar dengan satu suku kata ditambahkan dengan fonem /Ə/.
|
me +
bom -> mengebom
|
|
|
me-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /l/, /m/, /n/, /ñ/,
/ƞ/, /r/, /y/, atau /w/ tidak ada yang mengubah bentuk dasarnya.
|
me + latih ->
melatih
|
|
|
men-
|
Bentuk
dasar dengan fonem awal /d/ atau /t/.
|
me +
duga -> menduga
me +
tuduh -> menuduh
|
Untuk
fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang tidak, contoh pada kata menerjemahkan
dan menterjemahkan.
|
|
mem-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /b/, /p/, atau /f/.
|
me + babat ->
membabat
|
– Untuk fonem
/b/ dan /f/ pada proses afiksasi terdapat penambahan fonem /m/, sedangkan
pada fonem /p/ terjadi peluluhan ke dalam fonem /m/.
– Untuk bentuk
dasar yang diawali dengan per, pro, dan pe tertentu
kadang-kadang tidak luluh.
|
|
meny-
|
Bentuk
dasar dengan fonem awal /s/.
|
men +
sapa -> menyapa
|
Di
dalam ejaan lama, bentuk dasar dengan fonem awal /c/ dan /j/ turut diubah
menjadi meny namun saat ini sudah tidak lagi, contoh pada kata menyuci
dan mencuci.
|
pe-
|
pe-
|
– Bentuk dasar
dengan fonem awal /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /Ər/.
– Bentuk dasar
dengan fonem awal/m/, /n/, /r/, /l/, /w/, /y/, /ñ/, dan /ƞ/.
|
pe + rebut ->
perebut
pe + manis ->
pemanis
|
|
|
pel-
|
Pada
bentuk dasar ajar
|
pe +
ajari -> pelajari
|
|
|
per-
|
– Bentuk dasar
nomina, ajektiva, dan numeralia dengan fonem awal selain /r/ atau dasar yang
suku pertamanya berakhir dengan /Ər/ serta bukan morfem ajar.
– Membentuk
verba.
|
pe + besar ->
perbesar
|
|
|
pem-
|
Bentuk
dasar dengan
fonem
awal /b/, /p/, atau /f/.
|
pe
+besar -> pembesar
|
Untuk
fonem /b/ dan /f/ pada proses afiksasi terdapat penambahan fonem /m/,
sedangkan pada fonem /p/ terjadi peluluhan ke dalam fonem /m/.
|
|
pen-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /d/ atau /t/.
|
pe + tulis ->
penulis
|
Untuk fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang
tidak, contoh pada kata penerjemah dan penterjemah.
|
|
peny-
|
Bentuk
dasar dengan fonem awal /s/.
|
pe
+
sunting -> penyunting
|
Di
dalam ejaan lama, bentuk dasar dengan fonem awal /c/ dan /j/ turut diubah
menjadi meny namun saat ini sudah tidak lagi, contoh pada kata penyuci
dan pencuci.
|
|
peng-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /a/, /i/,/u/, /e/,
/o/, /Ə/, /k/, /g/,/h/, atau /x/.
|
pe + karang
-> pengarang
pe + ikut -> pengikut
|
Peluluhan /k/ kadang-kadang tidak terjadi jika
dirasakan perlu untuk membedakan makna tertentu, contoh pada kata pengaji
dan pengkaji.
|
|
penge-
|
Bentuk
dasar dengan satu suku kata ditambahkan dengan fonem /Ə/.
|
pe +
bom -> pengebom
|
|
ber-
|
be-
|
Bentuk dasar dengan fonem awal /r/ dan beberapa
bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /Ər/
|
ber + renang
-> berenang
ber + kerja
-> bekerja
|
|
|
bel-
|
Apabila
ditambahkan pada dasar tertentu
|
ber +
ajar -> belajar
ber
+
lunjur -> belunjur
|
|
|
ber-
|
Tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan
dasar di luar ciri-ciri pembentuk alomorf be- dan bel-
|
ber + obat -> berobat
|
|
ter-
|
te-
|
Bentuk
dasar dengan fonem awal /r/
|
ter
+rasa -> terasa
|
|
|
tel-
|
Apabila ditambahkan pada dasar anjur dan antar
|
ter + anjur ->
telanjur
|
|
|
ter-
|
–
Jika suku pertamanya berakhir dengan /Ər/
–
Tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar ciri-ciri
pembentuk alomorf te- dan tel-
|
ter
+
percaya -> terpercaya
ter +
dengar -> terdengar
|
|
di-
|
di-
|
Tidak mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
|
di + beli -> dibeli
|
Perlu diperhatikan bahwa di sebagai prefiks
harus dibedakan dengan di sebagai preposisi.
|
-an
|
-wan
|
Bentuk
dasar dengan fonem akhir /u/
|
pandu
+ an -> panduwan
|
Dalam
sistem ejaan sekarang bunyi /w/ tidak dituliskan. Bunyi /w/ tersebut menurut
Harimurti disebut bunyi luncuran sedangkan menurut Chaer disebut bunyi
pelancar.
|
|
-yan
|
Bentuk dasar dengan fonem akhir /i/ dan /ay/
|
hari + an -> hariyan
|
Dalam sistem ejaan sekarang bunyi /y/ tidak
dituliskan. Bunyi /y/ tersebut menurut Harimurti disebut bunyi luncuran
sedangkan menurut Chaer disebut bunyi pelancar.
|
|
‘an
|
Bentuk
dasar dengan fonem akhir /a/ yang bersuku terbuka
|
sama
+ an -> samaan
|
|
|
-an
|
Diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan
sebuah konsonan
|
jawab + an -> jawaban
|
Disebut dengan pergeseran fonem karena konsonan
tersebut bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks -an tersebut.
|
-kan
|
-kan
|
Tidak
mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
|
tarik
+ kan -> tarikkan
|
|
-i
|
-i
|
Tidak mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
|
naik + i -> naiki
|
Kata dasar yang berakhir dengan fonem /i/ tidak
dapat diikuti oleh sufiks -i.
|
C.
PROSES
MORFOFONEMIK
Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang
terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan,
1987:83). Selain itu, Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa
morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi.
Seperti diketahui morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang
pembentukan kata, sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan
fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya
perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan
morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai
akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik.
Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan mortem
dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks
(akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
1) Proses
Morfofonemik Jenis Penambahan Fonem
Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks,
sufiks, dan konfiks yang di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan
munculnya fonem baru. Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan
fonem pada proses pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung jumlah
fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang dihasilkannya. Jika
jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi penambahan fonem.
Perhatikan contoh di bawah ini.
Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/,
jumlah fonemnya 6 buah
Kata
bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
Selisihnya:
7-6 = 1 buah
Jadi,
ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
Untuk
mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka proses
perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut .
Ø (Wujud)
morfem afiksnya;
Ø Bentuk
dasarnya;
Ø Fonem
yang ditambahkan atau yang muncul; dan
Ø Contoh
konkretnya.
Kondisi 1
Ø Morfem
afiksnya: /me-/, /pe-/
Ø Bentuk
dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
Ø Fonem
yang ditambahkan (muncul): /m/
Ø Contoh
: /me-/ + /bawa/ = /membawa/
/me-/
+ /fitnah/ = /memfitnah/
/me-/
+ /produksi/ = /memproduksi/
/me-/
+ /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
/pe-/
+ /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
Ø Morfem
afiksnya: /me/, /pe-/
Ø Bentuk
dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
Ø Fonem
yang muncul: /n/
Ø Contoh:
/me-/ + /duga/ = /menduga/
/me-/
+ /traktir/ = /mentraktir/
/pe-/
+ /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
Ø Morfem
afiksnya: /me-/, /pe-/
Ø Bentuk
dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
Ø Fonem
yang muncul: /n/
Ø Contoh:
/me-/ + /jauh/ = /menjauh/
/me-/
+ /jarring/ = /menjaring/
/pe-/
+ /jajah/ = /penjajah/
/me-/
+ /cari/ = /mencari/
/pe-/
+ /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
Ø Morfem
afiknya: /me-/, /pe-/
Ø Bentuk
dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
Ø Fonem
yang muncul: /ng/
Ø Contoh:
/me-/ + / gelar/ = /menggelar/
/me-/
+ /xayal/ = /mengxayal/
/me-/
+ /aku/ = /mengaku/
/me-/
+ /hemat/ = /menghemat/
/me-/
+ /kaji/ = /mengkaji/
/pe-/
+ /ganggu/ = /pengganggu/
/pe-/
+ /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
Ø Morfem
afiksnya: /me-/, /pe-/
Ø Bentuk
dasarnya: satu suku kata (eka suku)
Ø Fonem
yang muncul: /nge/
Ø Contoh:
/me-/ + /bom/ = /mengebom/
/me-/
+ /cat/ = /mengecat/
/pe-/
+ /bor/ = /pengebor/
/pe-/
+ /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
Ø Morfem
afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
Ø Bentuk
dasarnya: berakhir dengan /n/
Ø Fonem
yang muncul: bunyi luncuran /y/
Ø Contoh:
/tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
/gali/
+ /-an/ = /galiyan/
/ke-an/
+ /seni/ = /keseniyan/
/pe-an/
+ /lari/ = /pelariyan/
/per-an/
+ /wali/ = /perwaliyan/
/ber-an/
+ /lari/ = /berlariyan/
Kondisi 7
Ø Morfem
afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
Ø Bentuk
dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
Ø Fonem
yang muncul: bunyi luncuran /w/
Ø Contoh:
/per-an/ + /susu/ = persusuwan
2) Proses
Morfofonemik Jenis Penghilangan Fonem
Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN-
terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan nasal/. Terlihat seperti contoh di
bawah ini.
Ø meN-
+ lerai melerai
Ø meN-
+ lupakan melupakan
Ø meN-
+ lestarikan melestarikan
Ø meN-
+ ramalkan meramalkan
Ø meN
+ rusakkan merusakkan
Ø meN
+ resahkan meresahkan
Ø meN
+ yakinkan meyakinkan
Ø meN
+ wajibkan mewajibkan
Ø meN-
+ wahyukan mewahyukan
Ø meN-
+
wakili
mewakili
Ø meN-
+ warisi
mewarisi
Ø meN-
+ warnai
mewarnai
Ø meN-
+ nyanyi
menyanyi
Ø meN-
+ nganga
menganga
Ø meN-
+ merahi
memerahi
Ø meN-
+ nalarkan menalarkan
Ø peN-
+ lerai
pelerai
Ø peN-
+
lupa
pelupa
Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang
sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal
dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
misalnya;
Ø ber-
+ rantai
berantai
Ø ber-
+ revolusi
berevolusi
Ø ber-
+ kerja
bekerja
Ø ber-
+ serta
beserta
Ø per-
+ ragakan
peragakan
Ø per- +
ramping
peramping
Ø ter-
+ rasa
terasa
Ø ter- + rekam
terekam
Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang
akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan
fonem-fonem itu. Seperti contoh di bawah ini.
Ø meN-
+ paksa
memaksa
Ø meN-
+ tulis
menulis
Ø meN-
+ sapu
menyapu
Ø meN-
+ karang
mengarang
Ø peN-
+ pangkas
pemangkas
Ø peN-
+ tulis
penulis
Ø peN- + sapu
penyapu
Ø peN-
+ karang
pengarang
Pada kata memperagakan dan menertawakan
fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang
kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-,
demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensuply, mengkoordinir,
penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal
bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal
dari kata asing yang masih dipertahankan keasingannya.
3) Proses
Morfofonemik Jenis Penggantian Fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat
pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/
pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, n/ hingga morfem meN-
berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-. Sementara itu,
morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-.
Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.
Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
a. Fonem
/N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila
bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
Ø meN-
+ paksa
memaksa
Ø meN-
+ periksa
memeriksa
Ø meN-
+ pukul
memukul
Ø peN-
+ periksa
pemeriksa
Ø peN-
+
pukul
pemukul
Ø peN-
+ perkosa
pemerkosa
Ø meN-
+
bantu
membantu
Ø meN-
+ buru
memburu
Ø meN-
+ bangun
membangun
Ø peN-
+ bantu
pembantu
Ø peN-
+ buru
pemburu
Ø meN-
+ fitnah
memfitnah
Ø meN-
+ fatwakan
memfatwakan
Ø peN-
+ fitnah
pemfitnah
b. Fonem
/N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya khusus
bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih
mempertahankan keasingannya. Misalnya :
Ø meN-
+ tulis
menulis
Ø meN-
+ tarik
menarik
Ø peN-
+ tulis
penulis
Ø peN-
+ tarik
penarik
Ø meN-
+ datangkan
mendatangkan
Ø meN-
+ duga
menduga
Ø peN-
+ datang
pendatang
Ø peN-
+ dapat
pendapat
Ø meN-
+ support
mensuport
Ø meN-
+
supply
mensupply
Ø peN-
+ supply
pensupply
Ø peN-
+ survey
pensurvey
c. Fonem
/n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
Ø meN-
+ sapu
menyapu
Ø meN-
+ sangkal
menyangkal
Ø peN-
+ suluh
penyuluh
Ø peN-
+ sumpah
penyumpah
Ø meN-
+ syaratkan
mensyaratkan
Ø meN-
+ syukuri
mensyukuri
Ø meN-
+ cari
mencari
Ø meN-
+ coba
mencoba
Ø peN-
+ cukur
pencukur
Ø peN-
+ cemas
pencemas
Ø meN-
+ jadi
menjadi
Ø meN-
+ jaga
menjaga
Ø peN-
+ judi
penjudi
d. Fonem
/N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya:
Ø meN-
+
kacau
mengacau
Ø meN-
+ kutip
mengutip
Ø peN-
+ kacau
pengacau
Ø peN-
+ karang
pengarang
Ø meN-
+ garis
menggaris
Ø meN-
+ giatkan
menggiatkan
Ø peN-
+ garis
penggaris
Ø peN-
+ gerak
penggerak
Ø meN-
+ khayalkan
mengkhayalkan
Ø meN-
+ khitankan
mengkhitankan
Ø peN-
+ khianat
pengkhianat
Ø peN-
+ khayal
pengkhayal
Ø meN
- + habiskan
menghabiskan
Ø meN-
+ haruskan
mengharuskan
Ø peN-
+ hias
penghias
Ø peN-
+ halau
penghalau
Ø meN-
+ angkut
mengangkut
Ø meN-
+ edarkan
mengedarkan
Ø meN-
+ ikat
mengikat
Ø peN-
+ angkut
pengangkut
Ø peN-
+ edar
pengedar
e. Pada
kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga terdapat
proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi
/n,/:
Ø meN-
+ bom
mengebom
Ø meN-
+ las
mengelas
Ø peN-
+ bom
pengebom
Ø peN-
+ cat
pengecat
Di
samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan,
ialah penambahan fonem/ e/.
f. Fonem
/r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat
pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar :
Ø Ber-
+ ajar
belajar
Ø Per-
+ ajar
pelajar
g. Fonem
/?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan
sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu
dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah
ini.
Ø Ke-an
+ duduk/dudu?/
kedudukan/kedudukan/
Ø Ke-an
+ rusak
/rusa?/
kerusakan/kerusakan /
Ø peN-
an + duduk/dudu?/
pendudukan/pendudukan
Ø peN-
an + petik/peti?/
pemetikan/
Ø -i
+ duduk/dudu? Duduki/duduki/
Ø -i
+
rusak/rusa?/ rusaki/rusaki
Ø -i
+ petik/peti?
Petiki/petiki/
D.
PROSES
MORFOLOGIS
Proses morfologis pada dasarnya adalah proses
pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam
proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam
proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status
(dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25).
1) Afiksasi
Afiksasi adalah proses perubahan afiks pada sebuah
dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur sebagai berikut,
(1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang
dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif (perubahan bentuk kata yang
menunjukkan berbagai hubungan gramatikal) dan dapat pula derivatif (pengimbuhan
afiks yang tidak bersifat infleksi pada bentuk dasar untuk membentuk kata).
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam
proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak
dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat
pula berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan,
berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan.
Selain itu, afiksasi dapat berupa frase seperti ikut serta pada kata
keikutsertaan, dan lain sebagainya.
Dalam proses
pemberian imbuhan terdapat beberapa perubahan yang terjadi, diantaranya :
Ø Ada kalanya mengalami peubahan bunyi, misalnya me → meng, men, mem,
meny, (mengambil, menulis, menyapu, membaca) mengikuti aturan.
Ø Menghasilkan makna gramatikal (panjang → memanjang (menjadi
panjang)
Ø Mengubah fungsi / kelas kata makan (Kk) + an →
makanan (Kb)
Makna
atau Nosi dalam Kata berimbuhan (Afiksasi)
Kata berimbuhan
memiliki beberapa makna, yaitu:
a)
Makna benekatif : melakukan sesuatu untuk orang
lain, contoh: menuliskan, membuatkan.
b)
Makna refleksif : melakukan sesuatu untuk diri
sendiri, contoh: bersolek bercermin.
c)
Makna repetitif : melakukan berulang-ulang,
contoh: memetiki, memukuli.
d)
Makna kausatif : membuat jadi, contoh:
meninggikan, mempertinggi.
e)
Makna superlatif : paling, contoh: terpandai,
tercantik.
Untuk lebih
jelasnya, perhatikan beberapa contoh kata berimbuhan beserta maknanya :
a.
Imbuhan Ke-
Fungsi :
Ø Membentuk kata bilangan tingkat (kedua, ketiga, ketujuh)
Ø Membentuk kata bilangan kumpulan (kesebelas orang itu terluka)
Ø Membentuk kata benda (kekasih, ketua, kehendak)
Makna :
Ø Menyatakan yang di- (kekasih, ketua, kehendak)
Ø Menyatakan tingkat atau himpunan
b.
Imbuhan Pe-
Fungsi :
Ø Membentuk kata benda
Makna :
Ø Orang yang bekerja (petani, pelayan, pengarang)
Ø Alat (peneropong, penutup, pemancar)
Ø Mempunyai sifat (pemalu, pemarah, penakut)
Ø Orang yang gemar (perokok, peminum, pecandu)
Ø Yang menyebabkan (penyakit, pengharum, penghalus)
c.
Imbuhan Se-
Fungsi :
Ø Sebagai kata keterangan (semalam ia datang)
Ø Sebagai kata sambung (sesudah makan ia pergi)
Ø Tidak mengubah jenis kata
Makna :
Ø Satu (sebuah, sehari, sebatang)
Ø Seluruh (se-Indonesia, sekampung, sedunia)
Ø Sama dengan (sepandai, secantik, setinggi)
Ø Sebanyak (semaumu, sebisaku, seingatku)
Ø Setelah (sesampai, seusai, sepulang)
d.
Imbuhan Me-
Fungsi :
Ø Membentuk kata kerja transitif dan intransitif
Makna Transitif :
Ø Melakukan suatu perbuatan (menikam, mencium, menanam)
Ø Perbuatan dengan alat seperti kata dasar (mencangkul, memarang, menyapu)
Ø Menghasilkan seperti kata dasar (menyambal, merujak)
Makna Intransitif :
Ø Mengerjakan sesuatu (menari, menyanyi, mendidik)
Ø Menghasilkan (menelur, mengeluh, meringkik)
Ø Berbuat seperti (membatu, membabi buta, menyatu)
Ø Menghisap/minum (merokok, meminum)
Ø Dalam keadaan (mengantuk, menganga)
Ø Menuju ke arah (menepi, mendarat, menjauh)
Ø Mencari/mengumpulkan (merotan, mendarat)
Ø Menjadi (meninggi, mengeras, mengencang)
e.
Imbuhan Ber-
Fungsi :
Ø Membentuk kata kerja aktif
Makna dari Kata Benda :
Ø Mempunyai (berkaki, beruang, berharta, bernama)
Ø Memakai (berbaju, bersepeda, berkacamata)
Ø Mengerjakan 9bersawah, bernafas, bernyanyi)
Makna dari Kata Kerja :
Ø Reflektif (berhias, berjemur, bersembunyi)
Ø Resiprok (berkelahi, bertinju, berselisih)
Ø Intransitif (berjalan, berlari, berdiri)
Ø Mempunyai pekerjaan (berkedai kopi, bermain bola)
Makna dari Kata Sifat :
Ø Menghasilkan (bertelur, beranak, berbuah)
Ø Dalam keadaan beramai-ramai, bergegas, bersuka cita)
Imbuhan
(Afiks) Baru :
Ø A + moral = amoral, Asusila
Ø Ab + normal = abnormal
Ø Non + formal = nonformal
Ø Adi + daya = adidaya
Ø Eka, dwi, tri, catur, panca + sila = ekasila, dwisila, trisila, catursila,
pancasila, dst.
Ø Semi → semifinal
Ø Pasca → pascasarjana
Ø Para → paranormal
Ø Purna → purnawirawan, purnakarya
Ø Ekstra → ekstraketat
Ø Intra → intrakurikuler
Ø Super → superhebat
Ø Ultra → ultraviolet
Ø Tuna → tunawisma
Ø Radio → radioaktif
Ø Pra → prasejarah
Afiksasi
sendiri terdiri dari prefiks, infiks, sufiks, konfiks, simulfiks
a) Prefiks
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk
dasar, seperti me- pada kata menghibur. Prefiks dapat muncul
bersama dengan sufiks atau ariks lain. Misalnya, prefiks ber- bersama
sufiks –kan pada kata berdasarkan.
b) Infiks
Infiks ialah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk
dasar. Misalnya infiks –el- pada kata telunjuk dan lain
sebagainya.
c) Sufiks
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi
akhir bentuk dasar. Misalnya, sufiks –an pada kata bagian, sufiks
–kan pada kata bagikan, dan lain sebagainya.
d) Konfiks
Konfiks
adalah afiks yang berupa morfem terbagi/gabungan, proses melekatnya imbuhan adalah
satu persatu. Contoh; /me-i/ + /pukul/ = memukuli (bisa menjadi) /me-/ +
/Pukul/ = memukul dan /-i/ + /Pukul/ = pukuli.
e) Simulfiks
Simulfiks
adalah afiks gabungan yang proses melekatnya tidak bisa dipisahkan/bersama-sama.
Contoh; /me-kan/ /sakit/ = menyakitkan (tidak bisa menjadi) /me-/ + /sakit/ =
menyakit atau /-kan/ + /sakit/ =
sakitkan. Melekatnya afiks harus bersama-sama dan tidak bisa dipisahkan.
2) Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang
bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan
perubahan bunyi (Chaer, 2003:183). Oleh karenanya, lazim dibedakan ada
reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi
sebagian seperti lekaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan
perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).
Dalam
linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan
reduplikasi dalam bahasa Jawa dan Sunda, seperti istilah-istilah berikut.
a) Reduplikasi
dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti aki-aki, kursi-kursi, dan
sebagainya.
b) Reduplikasi
dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal
dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, mondar-mandir, dan sebagainya.
c) Reduplikasi
dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lekaki, pepatah, dan lain
sebagainya.
d) Reduplikasi
dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan.
e) Reduplikasi
trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-dug,
cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis
(infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang
paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal, tetapi hanya memberi makna
gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja dan kecil-kecil
berarti banyak yang kecil. Sementara itu, yang bersifat derivasional membentuk
kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.
Misalnya, kata laba-laba dari bentuk dasar laba dan pura-pura
dari bentuk dasar pura.
Chaer
(2003:184) mengungkapkan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan mengenai
reduplikasi, seperti berikut ini.
a) Bentuk
dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja
yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan menjadi
pembangunan-pembangunan, dan bentuk gabungan kata seperti surat kabar
menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar.
b) Bentuk
reduplikasi yang disertai afiks, prosesnya bisa berbentuk: (a) proses
reduplikasi dan proses afiksasi terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton
dan bermeter-meter; (b) proses reduplikasi terjadi terlebih dahulu, baru
disusul oleh proses afiksasi, seperti pada bentuk berlari-lari dan mengingat-ingat
(dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses afiksasi
terjadi terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikas, seperti
pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan
dan memukul).
c) Pada
dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa
reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah
ladang-sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang)
untuk reduplikasi penuh. Untuk reduplikasi persial seperti pada kata surat-surat
kabar dan rumah-rumah sakit.
d) Banyak
orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat
paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya
reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karenanya,
muncul bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu dan dia-dia
tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
e) Ada
pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah kata yang
maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu
pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama.
3) Komposisi
Menurut Chair (2008:209) komposisi adalah proses
penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan)
untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata. Seperti
kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah
kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa Indonesia
merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan
kosakata.
Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (dalam Chaer,
2008:209) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Dengan
istilah kata majemuk dimaksudkan untuk gabungan kata yang memiliki makna
idiomatik, persis sama dengan yang digunakan Alisyahbana. Sementara istilah
aneksi dimaksudkan untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih dapat
ditelusuri secara gramatikal, seperti lukisan Yusuf memiliki makna
‘ lukisan milik Yusuf’ atau lukisan buatan Yusuf; dan meja tulis
bermakna meja tempat menulis. Jadi C.A Mees menggunakan istilah kata majemuk
untuk komposisi yang bermakna idiomatik, dan aneksi untuk komposisi yang bukan
bermakna idiomatikal.
Kridalaksana (dalam Chaer, 2008:210) menyamakan
istilah komposisi sama dengan paerpaduan atau pemajemukan, yaitu proses
penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses itu
disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi calon kata majemuk yang
berasal dari paduan kata dengan kata, bukan leksem dengan leksem. Jadi dengan
kata lain kalau komposisi adalah masalah morfologi, maka frase adalah masalah
sintaksis. Oleh karena itu, ada kemungkinan adanya sebuah data kebahasaan
apabila dilihat adari segi morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau
dilihat dari segi sintaksis sebagai sebuah frase.
a.
Komposisi
Nominal
Komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan
klausa berkategori nomina. Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat
dibedakan adanya lima macam komposisi nomina, seperti dijabarkan di bawah ini.
1. Komposisi
bermakna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam
proses penggabungan dasar dengan dasar dalam pembentukan sebuah komposisi
nominal, antara lain adalah makna yang menyatakan hal-hal sebagai berikut.
a) Gabungan
biasa, sehingga diantara keduanya dapat disisipkan kata dan makna gramatikal
gabungan biasa ini akan terjadi apabila keduanya memiliki komponen;
Ø pasangan
antonim relasional misalnya: ayah ibu, murid guru, suami istri, adik kakak,
penjual pembeli, pembaca penulis dan sebagainya;
Ø anggota
dari suatu medan makna misalnya topan badai, sawah ladang, kampung halaman,
piring mangkuk, cabai bawang dan sebagainya.
Ø bagian
dari unsur, sehingga dapat disisipkan kata dari misalnya awal tahun,
tengah semester, suku bangsa, pangkal paha, ujung jalan dan sebagainya.
Ø kepunyaan
atau memiliki, sehingga dapat disisipkan kata milik misalnya sepatu adik,
rumah nenek, tanah Negara, mobil direktur dan sebagainya.
Ø asal
bahan, sehingga dapat disisipkan kata terbuat dari misalnya kursi rotan,
uang logam, jendela kaca, map plastic, dan sebagainya.
2. Komposisi
bermakna idiomatik
Artinya seluruh
komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksi secara leksikal maupun
gramatikal.
Misalnya:
orang tua dalam arti ‘ayah dan ibu; meja hijau dalam arti
‘pengadilan’.
3. Komposisi
nominal metaforis
Artinya dengan
mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut. Contoh:
·
Kaki
mobil
·
daun jendela
·
Kepala
surat
·
daun telinga
4. Komposisi
Nomial nama dan istilah
Contoh: Nama : Hotel Indonesia, Jalan
Jagorawi, Kampung Bali, dan sebagainya.
Istilah : buku ajar, lepas landas,
suku cadang, dan sebagainya.
5. Komposisi
Nominal dengan Adverbia
Misalnya : sedikit
air, banyak hujan, beberapa siswa, kurang semen dan sebagainya.
b.
Komposisi
Verbal
Komposisi verbal
adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal. Misalnya :
·
Mereka menyanyi menari sepanjang malam.
·
Dia datang menghadap kepala sekolah.
c.
Komposisi
Ajektival
Komposisi
ajektival adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori ajektiva.
Misalnya :
·
Gadis cantik molek itu termenung.
·
Kaya
miskin di hadapan Allah sama saja.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Morfem adalah
bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut
alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertukaran)
dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem itu mempumyai alomorf, entah satu, dua,
atau juga enam buah. Alomorf adalah nama
untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya
untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.
untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.
Morfofonemik
adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan
(hubungan) morfem dengan morfem lain. Pembahasan dalam morfofonemik ialah terjadinya
perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan
morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai
akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik.
Sedangkan Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari
sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi),
pengulangan (dalam proses reduplikasi), dan penggabungan (dalam proses
komposisi).
B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya
mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dan guru bahasa indoneia untuk
mempelajari materi ini. Hal ini dikarenakan eratnya hubungan materi dengan
profesi kedua pihak tersebut. Bagi mahasiswa bahasa Indonesia, dengan menguasai
materi tersebut dia akan memahami mata kuliah terkait, juga sebagai bekal untuk
menjadi pendidikan yang professional. Bagi para guru, mendalami materi ini juga
secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan kualitas penyampaian
penlajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.google.co.id
(Diakses pada 10 Desember 2016)
https://id.m.wikipedia.org
(Diakses pada 10 Desember 2016)
Tim
redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia-Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.