Rabu, 01 Februari 2017

MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN PROSES MORFOLOGIS




MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
PROSES MORFOLOGIS
 



Mata Kuliah        : Morfologi
Dosen Pengampu : Drs. Jono, M.Pd.
Di susun oleh       : Dedi Febriyanto (1588201015)






Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NURUL HUDA SUKARAJA BUAY MADANG OKU TIMUR SUMATERA SELATAN
2016






Kata Pengantar
            Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tanpa adanya halangan yang berarti. Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya penulis tidak hanya bergerak sendiri, banyak pihak yang  ikut andil memberikan dukungan sehingga makalah sederhana ini dapat terselesaikan. Disini  Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Drs. Jono, M.Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah morfologi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kebijaksaanaan kepada kami.
2.      Mahasiswa C2 yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam pembuatan makalah dalam ruang lingkup kampus.
Selanjutnya, kami sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini tentunya masih sangat banyak kekurangan dan kesalahan yang terjadi, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah yang akan datang. Terakhir, harapan terbesar penulis semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.





                                                                                                            Penulis

                                                                         Cahayamas, 24 Desember 2016







Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………....            ii
Daftar Isi …………………………………………………………...            iii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ………………………………………….            1
B.     Rumusan Masalah ……………………………………....            2
C.     Tujuan …………………………………………………..            2         

BAB II MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
  PROSES MORFOLOGIS
A.    Morfem ………………………………………………...             3
B.     Alomorf ………………………………………………...             8
C.     Proses Morfofonemik …………………………………...           13
D.    Proses Morfologis ……………………………………....            22

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan .....................................................................             32
B.     Saran ................................................................................            33
Daftar Pustaka ................................................................................             34







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan bagian dari alat komunikasi manusia. Dengan bahasa manusia lebih leluasa mengekspresikan segala hal tentang hidup. Secara umum manusia menggunakan bahasa secara lisan maupun tulis (surat-menyurat dan yang semisalnya), dan ketika berbahasa kita sering mengucapkan kata-kata yang berulang (bapak-bapak, ibu-ibu, sayur mayur, dll), yang berafiks/berimbuhan (bermain, mendoakan, dll), penggabungan kata yang mempunyai makna baru (komposisi) seperti meja hijau, orang tua, jendela kaca, serta masih banyak lagi yang lainnya. Dalam tataran ilmu kebahasaan, hal-hal yang tampak sangat sederhana tersebut dikaji secara mendetail. Meskipun banyak dari kita yang acuh tentang hal tersebut. Namun tidak demikian dengan para pecinta bahasa, bagi mereka mempelajari semua hal yang terkait dengan bahasa merupakan suatu kesenangan tersendiri. Dalam makalah sederhana ini, secara khusus penulis akan mengkaji ilmu kebahasaan tataran morfologi tentang morfem, alomorf, proses morfofonemik dan proses morfologis.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan morfem?
2.      Apa yang dimaksud dengan alomorf?
3.      Apa yang dimaksud dengan proses morfologis?
4.      Apa yang dimaksud dengan morfofonemik?

C.     Tujuan
1.      Mendeskripsikan morfem
2.      Mendeskripsikan alomorf
3.      Mendeskripsikan proses morfologis
4.      Mendeskripsikan












BAB II
MORFEM, ALOMORF, PROSES MORFOFONEMIK DAN
PROSES MORFOLOGIS

A.    MORFEM
1.      Definisi Morfem
Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (KBBI, 2008:929). Dengan kata lain morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya tidak dapat dianalisis lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya. Misalnya bentuk kata membeli dapat dianalisis menjadi dua bentuk terkecil  yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me} adalah sebuah morfem, yakni morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk {beli} juga morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna. Kalau kata beli dianalisis menjadi lebih kecil lagi menjadi be- dan li, jelas keduanya tidak memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya bukan morfem.
Untuk menetapkan sebuah bentuk bahasa adalah morfem atau bukan didasarkan pada kreteria bentuk dan makna itu sendiri, seperti diuraikan di bawah berikut ini.
a)      Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Contoh kata bulan  pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
       Ø  Bulan depan dia akan menikah.
       Ø  Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
       Ø  Bulan November lamanya 30 hari.
b)      Dua bentuk bahasa yang sama atau lebih memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
        Ø  Bank Indonesia memberi bunga 5 persen pertahun.
        Ø  Dia datang membawa bunga.
c)      Dua bentuk bahasa yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya  kata ayah dan bapak  pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
      Ø  Ayah pergi ke Medan.
      Ø  Bapak baru pulang dari Medan.
d)     Bentuk-bentuk bahasa yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dijelaskan secara fonologis. Misalnya bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
      Ø  Melihat {me-}
      Ø  Membina {mem-}
      Ø  Mendengar {men-}
      Ø  Menyusul {meny-}
      Ø  Mengambil {meng-}
      Ø  Mengecat {menge-}
e)      Bentuk bahasa yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya juga disebut sebagai morfem. Misalnya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan bentuk kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem.
f)       Bentuk bahasa yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama. 
      Ø  Membaca
      Ø  Pembaca
      Ø  Pembacaan
      Ø  Bacaan
      Ø  Terbaca
      Ø  Keterbacaan
g)      Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi merupakan morfem yang sama. Misalnya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama.
     Ø  Ibunya menjadi kepala sekolah di Palembang.
     Ø  Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu.
     Ø  Kepala jarum itu terbuat dari plastik.
     Ø  Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
     Ø  Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.

2.      Klasifikasi Morfem
Chaer (2003:151—157) menjelaskan bahwa morfem terbagi menjadi empat jenis, seperti terurai di bawah ini.
a)      Morfem Bebas dan Morfem Terikat
morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Sementara itu, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat, begitu juga morfem penanda jamak dalam bahasa inggris.
Berkaitan dengan morfem terikat, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.
Ø  Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga merupakan morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks, namun tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi seperti afikasasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini biasa disebut bentuk prakategorial.
Ø  Kedua, sehubungan dengan praktagorial di atas, menurut Verhaar (dalam Chaer, 2003:152) bentuk-bentuk seperti baca, tulis dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologis meskipun bentuk-bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat imperatiif. Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam kalimat partisif, harus digunakan prefiks inflektif 0.
Ø  Ketiga, bentuk renta (yang hanya muncul dalam bentuk tua renta), kerontang (dalam bentuk kering kerontang), dan bugar (dalam bentuk segar bugar) juga termasuk morfem terikat, karena hanya muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
Ø  Keempat, bentu-bentuk yang termasuk preposisi dan konjung, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis marupakan bentuk terikat.
Ø  Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar untuk ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Misalnya klitika –lah pada kalimat Ayahlah yang akan datang dapat dipisahkam menjadi Ayahmulah yang akan datang. Begitu juga dengan klitika –ku dalam konstruksi bukuku dapat dipisahkan menjadi buku baruku. Menurut posisinya, klitika dapat dibedakan atas proklitika dan enklitika. Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku- dan kau. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti –lah, –nya, dan –ku.

b)      Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut. Apakah merupakan satu kesatuah yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah karena disisipi oleh morfem lain. Semua morfem bebas yang dibicarakan di atas seperti {meja}, {kursi}, {kecil}, {laut}, dan {pensil} merupakan morfem utuh. Termasuk juga sebagian morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}.
Sementara itu, morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah, seperti kata kesatuan. Pada kata kesatuan terdapat satu morfem utuh yakni {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}, begitu juga pada kata perbuatan yang terdiri dari morfem utuh {buat} dan morfem terbagi {per-/-an}.
Sehubungan dengan morfem terbagi, Chaer (2003:154) mengemukakan bahwa semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} bisa merupakan konfiks, seperti pada bentuk bermunculan (banyak yang tiba-tiba muncul) dan bentuk bermusuhan (saling memusuhi). Tetapi bisa juga bukan merupakan konfiks seperti pada bentuk beraturan (mempunyai aturan) dan berpakaian (mengenakan pakaian). Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya.
c)      Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sementara morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental seperti, tekanan, nada, durasi, intonasi, dan sebagainya.
d)      Mofem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
e)      Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya morfem {kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah} adalah morfem bermakna leksikal. Hal ini disebabkan karena morfem-morfem tersebut dengan sendirinya telah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.
Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak memiliki makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi, misalnya morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.

B.     ALOMORF
1.      Definisi Alomorf
Alomorf adalah anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya (KBBI, 2008:43).
Agar terlihat lebih jelas, alomorf dapat dilihat pada deretan bentuk bahasa berikut:
1)      Melihat
2)      Merasa
3)      Membawa
4)      Membantu
5)      Mendengar
6)      Menduda
7)      Menyanyi
8)      Menyikat
9)      Menggali
10)   Menggoda
11)  Mengelas
12)  mengetik
Dari deretan bentuk di atas, terlihat bentuk yang hampir sama, bukan hanya itu, makna dari deretan bentuk tersebut juga sama. Bentuk-bentuk tersebut adalah me- pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men- pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat, meng- pada menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan mengetik. Bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- merupakan sebuah morfem yang sama.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama seperti diuraikan di atas disebut alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem memiliki alomorf, entah satu alomorf, dua alomorf atau enam alomorf seperti dijelaskan di atas.
2.      Distribusi Alomorf
Distribusi alomorf merupakan posisi yang bisa ditempati alomorf dalam kebahasaan. Alomorf di sini adalah varisasi afiks yang terjadi karena adanya pertemuan dengan fonem yang berbeda yang bisa menghasilkan : pemunculan fonem, pengekalan fonem, peluluhan fonem, dll. Lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.

Alomorf Dan Distribusi Alomorf
Afiks
Alomorf
Ciri-ciri
Contoh
Keterangan
me-
meng-
Bentuk dasar dengan fonem awal /a/, /i/,/u/, /e/, /o/, /Ə/, /k/, /g/,/h/, atau /x/.
me + ambil -> mengambil
Peluluhan /k/ kadang-kadang tidak terjadi jika dirasakan perlu untuk membedakan makna tertentu, contoh pada kata mengaji dan mengkaji.

menge-
Bentuk  dasar dengan satu suku kata ditambahkan dengan fonem /Ə/.
me + bom -> mengebom



me-
Bentuk dasar dengan fonem awal /l/, /m/, /n/, /ñ/, /ƞ/, /r/, /y/, atau /w/ tidak ada yang mengubah bentuk dasarnya.
me + latih -> melatih


men-
Bentuk dasar dengan fonem awal /d/ atau /t/.
me + duga -> menduga
me + tuduh -> menuduh

Untuk fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang tidak, contoh pada kata menerjemahkan dan menterjemahkan.

mem-
Bentuk dasar dengan fonem awal /b/, /p/, atau /f/.
me + babat -> membabat

–       Untuk fonem /b/ dan /f/ pada proses afiksasi terdapat penambahan fonem /m/, sedangkan pada fonem /p/ terjadi peluluhan ke dalam fonem /m/.
–       Untuk bentuk dasar yang diawali dengan per, pro, dan pe tertentu kadang-kadang tidak luluh.


meny-
Bentuk dasar dengan fonem awal /s/.
men + sapa -> menyapa
Di dalam ejaan lama, bentuk dasar dengan fonem awal /c/ dan /j/ turut diubah menjadi meny namun  saat ini sudah tidak lagi, contoh pada kata menyuci dan mencuci.
pe-
pe-
–       Bentuk dasar dengan fonem awal /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /Ər/.
–       Bentuk dasar dengan fonem  awal/m/, /n/, /r/, /l/, /w/, /y/, /ñ/, dan /ƞ/.
pe + rebut -> perebut


pe + manis -> pemanis


pel-
Pada bentuk dasar ajar
pe + ajari -> pelajari


per-
–       Bentuk dasar nomina, ajektiva, dan numeralia dengan fonem awal selain /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /Ər/ serta bukan morfem ajar.
–       Membentuk verba.
pe + besar -> perbesar


pem-
Bentuk dasar dengan

fonem awal /b/, /p/, atau /f/.
pe +besar -> pembesar
Untuk fonem /b/ dan /f/ pada proses afiksasi terdapat penambahan fonem /m/, sedangkan pada fonem /p/ terjadi peluluhan ke dalam fonem /m/.

pen-
Bentuk dasar dengan fonem awal /d/ atau /t/.
pe + tulis -> penulis

Untuk fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang tidak, contoh pada kata penerjemah dan penterjemah.

peny-
Bentuk dasar dengan fonem awal /s/.
pe  + sunting -> penyunting
Di dalam ejaan lama, bentuk dasar dengan fonem awal /c/ dan /j/ turut diubah menjadi meny namun  saat ini sudah tidak lagi, contoh pada kata penyuci dan pencuci.

peng-
Bentuk dasar dengan fonem awal /a/, /i/,/u/, /e/, /o/, /Ə/, /k/, /g/,/h/, atau /x/.

pe + karang -> pengarang
pe + ikut -> pengikut
Peluluhan /k/ kadang-kadang tidak terjadi jika dirasakan perlu untuk membedakan makna tertentu, contoh pada kata pengaji dan pengkaji.

penge-
Bentuk  dasar dengan satu suku kata ditambahkan dengan fonem /Ə/.
pe + bom -> pengebom


ber-
be-
Bentuk dasar dengan fonem awal /r/ dan beberapa bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /Ər/
ber + renang -> berenang
ber +  kerja -> bekerja


bel-
Apabila ditambahkan pada dasar tertentu
ber + ajar -> belajar
ber + lunjur -> belunjur


ber-
Tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar ciri-ciri pembentuk alomorf be- dan bel-
ber + obat -> berobat

ter-
te-
Bentuk dasar dengan fonem awal /r/
ter +rasa -> terasa


tel-
Apabila ditambahkan pada dasar anjur dan antar
ter + anjur -> telanjur


ter-
–   Jika suku pertamanya berakhir dengan /Ər/
–    Tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar ciri-ciri pembentuk alomorf te- dan tel-
ter + percaya -> terpercaya
ter + dengar -> terdengar


di-
di-
Tidak mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
di + beli -> dibeli
Perlu diperhatikan bahwa di sebagai prefiks harus dibedakan dengan di sebagai preposisi.
-an
-wan
Bentuk dasar dengan fonem akhir /u/
pandu + an -> panduwan
Dalam sistem ejaan sekarang bunyi /w/ tidak dituliskan. Bunyi /w/ tersebut menurut Harimurti disebut bunyi luncuran sedangkan menurut Chaer disebut bunyi pelancar.

-yan
Bentuk dasar dengan fonem akhir /i/ dan /ay/
hari + an -> hariyan
Dalam sistem ejaan sekarang bunyi /y/ tidak dituliskan. Bunyi /y/ tersebut menurut Harimurti disebut bunyi luncuran sedangkan menurut Chaer disebut bunyi pelancar.

‘an
Bentuk dasar dengan fonem akhir /a/ yang bersuku terbuka
sama + an -> samaan


-an
Diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan sebuah konsonan
jawab + an -> jawaban
Disebut dengan pergeseran fonem karena konsonan tersebut bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks -an tersebut.
-kan
-kan
Tidak mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
tarik + kan -> tarikkan

-i
-i
Tidak mengalami perubahan pada bentuk dasar apapun
naik + i -> naiki
Kata dasar yang berakhir dengan fonem /i/ tidak dapat diikuti oleh sufiks -i.

C.    PROSES MORFOFONEMIK
Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83). Selain itu, Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa morfofonemik adalah subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Seperti diketahui morfologi adalah cabang linguistik yang membahas hal tentang pembentukan kata, sedangkan fonologi membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan fonem. Adapun yang dibahas dalam morfofonemik ialah terjadinya perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik. Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan mortem dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
1)      Proses Morfofonemik Jenis Penambahan Fonem
Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks yang di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan munculnya fonem baru. Untuk mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan fonem pada proses pembentukan kata bisa dilakukan dengan cara menghitung jumlah fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah fonem kata yang dihasilkannya. Jika jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi penambahan fonem. Perhatikan contoh di bawah ini.
Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah

Kata bentukannya:         /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
Selisihnya: 7-6 = 1 buah
Jadi, ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
Untuk mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka proses perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut .
     Ø  (Wujud) morfem afiksnya;
     Ø  Bentuk dasarnya;
     Ø  Fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan
     Ø  Contoh konkretnya.
Kondisi 1
    Ø  Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
    Ø  Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
    Ø  Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/
    Ø  Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/
/me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/
/me-/ + /produksi/ = /memproduksi/
/me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
/pe-/ + /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
   Ø  Morfem afiksnya: /me/, /pe-/
   Ø  Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
   Ø  Fonem yang muncul: /n/
   Ø  Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/
/me-/ + /traktir/ = /mentraktir/
/pe-/ + /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
   Ø  Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
   Ø  Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
   Ø  Fonem yang muncul: /n/
   Ø  Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/
/me-/ + /jarring/ = /menjaring/
/pe-/ + /jajah/ = /penjajah/
/me-/ + /cari/ = /mencari/
/pe-/ + /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
   Ø  Morfem afiknya: /me-/, /pe-/
   Ø  Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
   Ø  Fonem yang muncul: /ng/
   Ø  Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/
/me-/ + /xayal/ = /mengxayal/
/me-/ + /aku/ = /mengaku/
/me-/ + /hemat/ = /menghemat/
/me-/ + /kaji/ = /mengkaji/
/pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/
/pe-/ + /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
   Ø  Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
   Ø  Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku)
   Ø  Fonem yang muncul: /nge/
   Ø  Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/
/me-/ + /cat/ = /mengecat/
/pe-/ + /bor/ = /pengebor/
/pe-/ + /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
   Ø  Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
   Ø  Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/
   Ø  Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/
   Ø  Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
/gali/ + /-an/ = /galiyan/
/ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/
/pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/
/per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/
/ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/
Kondisi 7
   Ø  Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
   Ø  Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
   Ø  Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/
   Ø  Contoh: /per-an/ + /susu/ = persusuwan 

2)      Proses Morfofonemik Jenis Penghilangan Fonem
Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan  nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini.
   Ø  meN-   + lerai                 melerai
   Ø  meN-   + lupakan           melupakan
   Ø  meN-   + lestarikan        melestarikan
   Ø  meN-   + ramalkan        meramalkan
   Ø  meN    + rusakkan         merusakkan
   Ø  meN    + resahkan          meresahkan
   Ø  meN    + yakinkan         meyakinkan
   Ø  meN    + wajibkan         mewajibkan
   Ø  meN-   + wahyukan       mewahyukan
   Ø  meN-   + wakili              mewakili
   Ø  meN-   + warisi              mewarisi
   Ø  meN-   + warnai             mewarnai
   Ø  meN-   + nyanyi             menyanyi
   Ø  meN-   + nganga            menganga
   Ø  meN-   + merahi             memerahi
   Ø  meN-   + nalarkan          menalarkan
   Ø  peN-    + lerai                 pelerai
   Ø  peN-    + lupa                 pelupa
Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya;
   Ø  ber-     + rantai                         berantai
   Ø  ber-      + revolusi                    berevolusi
   Ø  ber-      + kerja                         bekerja
   Ø  ber-      + serta                          beserta
   Ø  per-      + ragakan                    peragakan
   Ø   per-      + ramping                    peramping
   Ø  ter-       + rasa                           terasa
   Ø   ter-       + rekam                       terekam
Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Seperti contoh di bawah ini.
Ø  meN-   + paksa                        memaksa
Ø  meN-   + tulis                          menulis
Ø  meN-   + sapu                          menyapu
Ø  meN-   + karang                      mengarang
Ø  peN-    + pangkas                    pemangkas
Ø  peN-    + tulis                          penulis
Ø   peN-    + sapu                          penyapu
Ø  peN-    + karang                      pengarang
Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks, ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensuply, mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing yang masih dipertahankan keasingannya.

3)      Proses Morfofonemik Jenis Penggantian Fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, n/ hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-. Sementara itu, morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
a.       Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
Ø  meN-      + paksa                        memaksa
Ø  meN-      + periksa                      memeriksa
Ø  meN-      + pukul                        memukul
Ø  peN-       + periksa                      pemeriksa
Ø  peN-       + pukul                        pemukul
Ø  peN-       + perkosa                     pemerkosa
Ø  meN-      + bantu                        membantu
Ø  meN-      + buru                          memburu
Ø  meN-      + bangun                     membangun
Ø  peN-       + bantu                        pembantu
Ø  peN-       + buru                          pemburu
Ø  meN-      + fitnah                       memfitnah
Ø  meN-      + fatwakan                  memfatwakan
Ø  peN-       + fitnah                       pemfitnah
b.      Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya. Misalnya :
Ø  meN-      + tulis                          menulis
Ø  meN-      + tarik                          menarik
Ø  peN-       + tulis                          penulis
Ø  peN-       + tarik                          penarik
Ø  meN-      + datangkan                mendatangkan
Ø  meN-      + duga                         menduga
Ø  peN-       + datang                      pendatang
Ø  peN-       + dapat                        pendapat
Ø  meN-      + support                     mensuport
Ø  meN-      + supply                      mensupply
Ø  peN-       + supply                      pensupply
Ø  peN-       + survey                      pensurvey
c.       Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
Ø  meN-      + sapu                          menyapu
Ø  meN-      + sangkal                     menyangkal
Ø  peN-       + suluh                        penyuluh
Ø  peN-       + sumpah                     penyumpah
Ø  meN-      + syaratkan                  mensyaratkan
Ø  meN-      + syukuri                     mensyukuri
Ø  meN-      + cari                           mencari
Ø  meN-      + coba                                     mencoba
Ø  peN-       + cukur                        pencukur
Ø  peN-       + cemas                       pencemas
Ø  meN-      + jadi                           menjadi
Ø  meN-      + jaga                          menjaga
Ø  peN-       + judi                           penjudi
d.      Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya:
Ø  meN-      + kacau                        mengacau
Ø  meN-      + kutip                         mengutip
Ø  peN-       + kacau                        pengacau
Ø  peN-       + karang                      pengarang
Ø  meN-      + garis                         menggaris
Ø  meN-      + giatkan                     menggiatkan
Ø  peN-       + garis                         penggaris
Ø  peN-       + gerak                        penggerak
Ø  meN-      + khayalkan                 mengkhayalkan
Ø  meN-      + khitankan                 mengkhitankan
Ø  peN-       + khianat                     pengkhianat
Ø  peN-       + khayal                      pengkhayal
Ø  meN -     + habiskan                   menghabiskan
Ø  meN-      + haruskan                   mengharuskan
Ø  peN-       + hias                           penghias
Ø  peN-       + halau                        penghalau
Ø  meN-      + angkut                      mengangkut
Ø  meN-      + edarkan                    mengedarkan
Ø  meN-      + ikat                           mengikat
Ø  peN-       + angkut                      pengangkut
Ø  peN-       + edar                          pengedar
e.       Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga terdapat proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /n,/:
Ø  meN-      + bom                          mengebom
Ø  meN-      + las                             mengelas
Ø  peN-       + bom                          pengebom
Ø  peN-       + cat                            pengecat
Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah penambahan fonem/ e/.
f.       Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar :
Ø  Ber-        + ajar                           belajar
Ø  Per-        + ajar                           pelajar
g.      Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan morfem ke- an, peN-an, dan –i. seperti contoh di bawah ini.
Ø  Ke-an     + duduk/dudu?/         kedudukan/kedudukan/
Ø  Ke-an     + rusak /rusa?/            kerusakan/kerusakan    /
Ø  peN- an + duduk/dudu?/          pendudukan/pendudukan
Ø  peN- an + petik/peti?/               pemetikan/
Ø  -i      + duduk/dudu?                            Duduki/duduki/
Ø  -i      + rusak/rusa?/                  rusaki/rusaki
Ø  -i      + petik/peti?                    Petiki/petiki/


D.    PROSES MORFOLOGIS
Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25). 

1)      Afiksasi
Afiksasi adalah proses perubahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur sebagai berikut, (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif (perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal) dan dapat pula derivatif (pengimbuhan afiks yang tidak bersifat infleksi pada bentuk dasar untuk membentuk kata).
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat pula berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Selain itu, afiksasi dapat berupa frase seperti ikut serta pada kata keikutsertaan, dan lain sebagainya.
Dalam proses pemberian imbuhan terdapat beberapa perubahan yang terjadi, diantaranya :
Ø  Ada kalanya mengalami peubahan bunyi, misalnya me → meng, men, mem, meny, (mengambil, menulis, menyapu, membaca) mengikuti aturan.
Ø  Menghasilkan makna gramatikal (panjang → memanjang (menjadi panjang)
Ø  Mengubah fungsi / kelas kata makan (Kk) + an → makanan (Kb)
Makna atau Nosi dalam Kata berimbuhan (Afiksasi)
Kata berimbuhan memiliki beberapa makna, yaitu:
    a)      Makna benekatif : melakukan sesuatu untuk orang lain, contoh: menuliskan, membuatkan.
    b)      Makna refleksif : melakukan sesuatu untuk diri sendiri, contoh: bersolek bercermin.
    c)      Makna repetitif : melakukan berulang-ulang, contoh: memetiki, memukuli.
    d)     Makna kausatif : membuat jadi, contoh: meninggikan, mempertinggi.
     e)      Makna superlatif : paling, contoh: terpandai, tercantik.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan beberapa contoh kata berimbuhan beserta maknanya :
a.       Imbuhan Ke-
Fungsi :
Ø  Membentuk kata bilangan tingkat (kedua, ketiga, ketujuh)
Ø  Membentuk kata bilangan kumpulan (kesebelas orang itu terluka)
Ø  Membentuk kata benda (kekasih, ketua, kehendak) 
Makna :
Ø  Menyatakan yang di- (kekasih, ketua, kehendak)
Ø  Menyatakan tingkat atau himpunan 
b.      Imbuhan Pe-
Fungsi :
Ø  Membentuk kata benda 
Makna :
Ø  Orang yang bekerja (petani, pelayan, pengarang)
Ø  Alat (peneropong, penutup, pemancar)
Ø  Mempunyai sifat (pemalu, pemarah, penakut)
Ø  Orang yang gemar (perokok, peminum, pecandu)
Ø  Yang menyebabkan (penyakit, pengharum, penghalus)
 
c.       Imbuhan Se-
Fungsi :
Ø  Sebagai kata keterangan (semalam ia datang)
Ø  Sebagai kata sambung (sesudah makan ia pergi)
Ø  Tidak mengubah jenis kata 
Makna :
Ø  Satu (sebuah, sehari, sebatang)
Ø  Seluruh (se-Indonesia, sekampung, sedunia)
Ø  Sama dengan (sepandai, secantik, setinggi)
Ø  Sebanyak (semaumu, sebisaku, seingatku)
Ø  Setelah (sesampai, seusai, sepulang) 
d.      Imbuhan Me-
Fungsi :
Ø  Membentuk kata kerja transitif dan intransitif
Makna Transitif :
Ø  Melakukan suatu perbuatan (menikam, mencium, menanam)
Ø  Perbuatan dengan alat seperti kata dasar (mencangkul, memarang, menyapu)
Ø  Menghasilkan seperti kata dasar (menyambal, merujak) 
Makna Intransitif :
Ø  Mengerjakan sesuatu (menari, menyanyi, mendidik)
Ø  Menghasilkan (menelur, mengeluh, meringkik)
Ø  Berbuat seperti (membatu, membabi buta, menyatu)
Ø  Menghisap/minum (merokok, meminum)
Ø  Dalam keadaan (mengantuk, menganga)
Ø  Menuju ke arah (menepi, mendarat, menjauh)
Ø  Mencari/mengumpulkan (merotan, mendarat)
Ø  Menjadi (meninggi, mengeras, mengencang)
e.        Imbuhan Ber-
Fungsi :
Ø  Membentuk kata kerja aktif
Makna dari Kata Benda :
Ø  Mempunyai (berkaki, beruang, berharta, bernama)
Ø  Memakai (berbaju, bersepeda, berkacamata)
Ø  Mengerjakan 9bersawah, bernafas, bernyanyi)
Makna dari Kata Kerja :
Ø  Reflektif (berhias, berjemur, bersembunyi)
Ø  Resiprok (berkelahi, bertinju, berselisih)
Ø  Intransitif (berjalan, berlari, berdiri)
Ø  Mempunyai pekerjaan (berkedai kopi, bermain bola)
Makna dari Kata Sifat :
Ø  Menghasilkan (bertelur, beranak, berbuah)
Ø  Dalam keadaan beramai-ramai, bergegas, bersuka cita)
Imbuhan (Afiks) Baru :
Ø  A +  moral = amoral, Asusila
Ø  Ab  +  normal = abnormal
Ø  Non + formal = nonformal
Ø  Adi + daya = adidaya
Ø  Eka, dwi, tri, catur, panca + sila = ekasila, dwisila, trisila, catursila, pancasila, dst.
Ø  Semi → semifinal
Ø  Pasca → pascasarjana
Ø  Para → paranormal
Ø  Purna → purnawirawan, purnakarya
Ø  Ekstra → ekstraketat
Ø  Intra → intrakurikuler
Ø  Super → superhebat
Ø  Ultra → ultraviolet
Ø  Tuna → tunawisma
Ø  Radio → radioaktif
Ø  Pra → prasejarah
Afiksasi sendiri terdiri dari prefiks, infiks, sufiks, konfiks, simulfiks
    a)      Prefiks
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau ariks lain. Misalnya, prefiks ber- bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan.
    b)      Infiks
Infiks ialah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks –el- pada kata telunjuk dan lain sebagainya.
    c)      Sufiks
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya, sufiks –an pada kata bagian, sufiks –kan pada kata bagikan, dan lain sebagainya.
    d)     Konfiks
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi/gabungan, proses melekatnya imbuhan adalah satu persatu. Contoh; /me-i/ + /pukul/ = memukuli (bisa menjadi) /me-/ + /Pukul/ = memukul dan /-i/ + /Pukul/ = pukuli.

    e)      Simulfiks
Simulfiks adalah afiks gabungan yang proses melekatnya tidak bisa dipisahkan/bersama-sama. Contoh; /me-kan/ /sakit/ = menyakitkan (tidak bisa menjadi) /me-/ + /sakit/ = menyakit atau /-kan/ + /sakit/ = sakitkan. Melekatnya afiks harus bersama-sama dan tidak bisa dipisahkan.

2)      Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:183). Oleh karenanya, lazim dibedakan ada reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lekaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).
Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa dan Sunda, seperti istilah-istilah berikut.
a)      Reduplikasi dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti aki-aki, kursi-kursi, dan sebagainya.
b)      Reduplikasi dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, mondar-mandir, dan sebagainya.
c)      Reduplikasi dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lekaki, pepatah, dan lain sebagainya.
d)     Reduplikasi dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan.
e)      Reduplikasi trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang  paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal, tetapi hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja dan kecil-kecil berarti banyak yang kecil. Sementara itu, yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata laba-laba dari bentuk dasar laba dan pura-pura dari bentuk dasar pura.
Chaer (2003:184) mengungkapkan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan mengenai reduplikasi, seperti berikut ini.
a)      Bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan menjadi pembangunan-pembangunan, dan bentuk gabungan kata seperti surat kabar menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar.
b)      Bentuk reduplikasi yang disertai afiks, prosesnya bisa berbentuk: (a) proses reduplikasi dan proses afiksasi terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter; (b) proses reduplikasi terjadi terlebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada bentuk berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses afiksasi terjadi terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikas, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
c)      Pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang) untuk reduplikasi penuh. Untuk reduplikasi persial seperti pada kata surat-surat kabar dan rumah-rumah sakit.
d)     Banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karenanya, muncul bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
e)      Ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama.

3)      Komposisi
Menurut Chair (2008:209) komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata. Seperti kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa Indonesia merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan kosakata.
Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (dalam Chaer, 2008:209) menggunakan istilah kata majemuk dan aneksi. Dengan istilah kata majemuk dimaksudkan untuk gabungan kata yang memiliki makna idiomatik, persis sama dengan yang digunakan Alisyahbana. Sementara istilah aneksi dimaksudkan untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih dapat ditelusuri secara gramatikal, seperti lukisan Yusuf  memiliki makna ‘ lukisan milik Yusuf’ atau lukisan buatan Yusuf; dan meja tulis bermakna meja tempat menulis. Jadi C.A Mees menggunakan istilah kata majemuk untuk komposisi yang bermakna idiomatik, dan aneksi untuk komposisi yang bukan bermakna idiomatikal.
Kridalaksana (dalam Chaer, 2008:210) menyamakan istilah komposisi sama dengan paerpaduan atau pemajemukan, yaitu proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses itu disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi calon kata majemuk yang berasal dari paduan kata dengan kata, bukan leksem dengan leksem. Jadi dengan kata lain kalau komposisi adalah masalah morfologi, maka frase adalah masalah sintaksis. Oleh karena itu, ada kemungkinan adanya sebuah data kebahasaan apabila dilihat adari segi morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau dilihat dari segi sintaksis sebagai sebuah frase.
a.    Komposisi Nominal
Komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori nomina. Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat dibedakan adanya lima macam komposisi nomina, seperti dijabarkan di bawah ini.
1.      Komposisi bermakna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses penggabungan dasar dengan dasar dalam pembentukan sebuah komposisi nominal, antara lain adalah makna yang menyatakan hal-hal sebagai berikut.
a)      Gabungan biasa, sehingga diantara keduanya dapat disisipkan kata dan makna gramatikal gabungan biasa ini akan terjadi apabila keduanya memiliki komponen;
Ø  pasangan antonim relasional misalnya: ayah ibu, murid guru, suami istri, adik kakak, penjual pembeli, pembaca penulis dan sebagainya;
Ø  anggota dari suatu medan makna misalnya topan badai, sawah ladang, kampung halaman, piring mangkuk, cabai bawang dan sebagainya.
Ø  bagian dari unsur, sehingga dapat disisipkan kata dari misalnya awal tahun, tengah semester, suku bangsa, pangkal paha, ujung jalan dan sebagainya.
Ø  kepunyaan atau memiliki, sehingga dapat disisipkan kata milik misalnya sepatu adik, rumah nenek, tanah Negara, mobil direktur dan sebagainya.
Ø  asal bahan, sehingga dapat disisipkan kata terbuat dari misalnya kursi rotan, uang logam, jendela kaca, map plastic, dan sebagainya.

2.      Komposisi bermakna idiomatik
Artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksi secara leksikal maupun gramatikal.
Misalnya: orang tua dalam arti ‘ayah dan ibu; meja hijau dalam arti ‘pengadilan’.
3.      Komposisi nominal metaforis
Artinya dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut.  Contoh:
·         Kaki mobil                  
·         daun jendela
·         Kepala surat               
·         daun telinga

4.      Komposisi Nomial nama dan istilah
Contoh: Nama : Hotel Indonesia, Jalan Jagorawi, Kampung Bali, dan sebagainya.
Istilah : buku ajar, lepas landas, suku cadang, dan sebagainya.
5.      Komposisi Nominal dengan Adverbia
Misalnya : sedikit air, banyak hujan, beberapa siswa, kurang semen dan sebagainya.

b.      Komposisi Verbal
Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal. Misalnya :
·         Mereka menyanyi menari sepanjang malam.
·         Dia datang menghadap kepala sekolah.

c.       Komposisi Ajektival
Komposisi ajektival adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori ajektiva. Misalnya :
·         Gadis cantik molek itu termenung.
·         Kaya miskin di hadapan Allah sama saja.



BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertukaran) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem itu mempumyai alomorf, entah satu, dua, atau juga enam buah.  Alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya
untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.
Morfofonemik adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain. Pembahasan dalam morfofonemik ialah terjadinya perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-fonem) sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses morfofonemik. Sedangkan Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), dan penggabungan (dalam proses komposisi).

B.       Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dan guru bahasa indoneia untuk mempelajari materi ini. Hal ini dikarenakan eratnya hubungan materi dengan profesi kedua pihak tersebut. Bagi mahasiswa bahasa Indonesia, dengan menguasai materi tersebut dia akan memahami mata kuliah terkait, juga sebagai bekal untuk menjadi pendidikan yang professional. Bagi para guru, mendalami materi ini juga secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan kualitas penyampaian penlajaran.




DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id (Diakses pada 10 Desember 2016)
https://id.m.wikipedia.org (Diakses pada 10 Desember 2016)
Tim redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia-Edisi Keempat. Jakarta: PT.     Gramedia Pustaka Utama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar