BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Stilistika tidak terbatas dalam bahasa dan sastra.
Dalam pengertian yang lebih luas, gaya juga dibicarakan dalam karya seni yang
lain, termasuk bentuk-bentuk karangan bebas pada umunya, seperti sosial,
politik, ekonomi, media dan sebagainya, bahkan juga dalam kehidupan praktis
sehari-hari (Ratna, 2010: vi). Dalam karya seni gaya berkaitan dengan cara-cara
pemanfaatan secara khas medium masing-masing, yang kemudian dapat menimbulkan
aliran-aliran. Dalam bidang ilmu pengetahuan dikenal gaya ilmiah popular, gaya
selingkung. Dalam bidang olahraga dikenal gaya bebas, gaya dada. Dalam media
massa dan kehidupan sehari-hari dikenal gaya hidup, gaya orde lama, gaya
kapitalis, gaya bintang pop, gaya keratin, dan sebagainya.
Dalam pengertian yang lebih luas sesungguhnya
stilistika juga diperlukan bagi ilmu humaniora pada umumnya. Dikaitkan dengan
masyarakat kontemporer, di dalamnya terjadi perkembangan berbagai aspek
kehidupan secara dinamis, khususnya sebagai akibat kemajuan teknologi
komunikasi, stilistika memasuki hampir keseluruhan aspek kehidupan masnusia.
Meskipun demikian, khususnya dalam kaitanya dengan teori sastra, stilistika
kurang memeperoleh perhaitan. Pada umumnya stilistika lebih banyak dibicarakan
dalam ilmu bahasa, yaitu dalam bentuk deskripsi berbagai jenis gaya bahasa,
sebagai majas.
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah
pengertian stilistika?
2.
Apa objek stilistika?
3.
Apakah tujuan dari stilistika?
4.
Apakah manfaat
mempelajari stilistika?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang
akan dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mampu mendeskripsikan hakikat stilistika
2.
Mampu mendeskripsikan
tujuan stilistika.
3.
Mengetahui objek kajian stilistika
4.
Mampu mendeskripsikan
manfaat stilistika
BAB II
STILISTIKA
A. Pengertian Stilistika
Istilah
stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa
Inggris. Istilah stilistika ataustylistics terdiri dari dua
kata style dan ics. Stylist adalah
pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam
mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika
adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa. Gaya memang selalu dihubungkan dengan
pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra. Ini merupakan hakikat
stilistika. Ini menyebabkan stilistika merupakan ilmu gabungan atau
interdisipliner. Stilistika menggabungkan ilmu linguistik dengan ilmu sastra.
Menurut Junus (1989: xvii), hakikat stilistika adalah studi mengenai pemakaian
bahasa dalam karya sastra. Stilistika dipakai sebagai ilmu gabung, yakni
linguistik dan ilmu sastra. Paling tidak, studi stilistika dilakukan oleh
seorang linguis, tetapi menaruh perhatian terhadap sastra (atau sebaliknya).
Dalam aplikasinya, seorang linguis bekerja dengan menggunakan data pemakaian
bahasa dalam karya sastra, dengan melihat keistimewaan bahasa sastra. Dengan
demikian, stilistika dapat dipahami sebagai aplikasi teori linguistik pada
pemakaian bahasa dalam sastra.
Menurut
Shipley, stilistika adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style berasal
dari kata stilus (latin) yang semula berarti alat berujung
runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka
yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik, disebut sebagai praktisi gaya
bahasa yang sukses, sebaliknya, bagi mereka yang tidak dapat menggunakan dengan
baik, disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal. Benda runcing sebagai alat
untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam. Salah satu diantaranya adalah
menggores, melukai, menembus, menusuk bidang datar sebagai alat tulisan.
Konotasi lain adalah ”menggores” atau ”menusuk” perasaan pembaca, bahkan juga
penulis sendiri sehingga menimbulkan efek tertentu. Pada dasarnya, di sinilah
makna kata stilistika sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang sekaligus
berfungsi sebagai penggunaan bahasa yang khas.
Dalam bidang
bahasa dan sastra, stilistika dikatakan sebagai bagian dari ilmu sastra, lebih
sempit lagi, ilmu gaya bahasa dalam kaitannya dengan aspek-aspek keindahan.
DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya memiliki beberapa
ciri, yaitu (a) kekuatan, kesanggupan, gaya dalam pengertian denotatif,
misalnya gaya pegasm gaya lentur, gaya tarik bumi; (b) sikap, gerakan, seperti
dalam tingkah laku, misalnya gaya tarik, gaya hidup; (c) irama, lagu, seperti
dalam music, misalnya gaya musik Barat; (d) cara melakukan, seperti dalam
olahraga, gaya renang, gaya dada; (e) ragam, cara, seperti dalam bangunan,
seperti bagunan gaya Eropa; dan (g) cara yang khas, seperti pemakaian bahasa
dalam karya sastra, misalnya gaya inversi.
Stilistika
sebagai ilmu yang multidisipliner, telah didefinisikan beragam dan berbeda-beda
oleh para ahli. Leech dan Short (1984:13) menyatakan bahwa stilistika adalah
studi tentang wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya
sastra. Analisis stilistika karya sastra lazimnya untuk menerangkan hubungan
antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Stilistika juga bertujuan
untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang digunakan dalam
sastra memperlihatkan penyimpangan, dan bagaimana pengarang menggunakan
tanda-tanda linguistik untuk mencapai efek khusus. Jadi, dapat dikatakan bahwa
definisi ilmu stilistika ialah sebagai berikut.
Ø Ilmu tentang
gaya bahasa.
Ø Ilmu
interdisipliner antara linguistik dengan sastra.
Ø Ilmu tentang
penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa.
Ø Ilmu
yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra.
Ø Ilmu
yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan
aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya.
B. Objek Kajian Stilistika
Stilistika
merupakan ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa-bahasa yang bergaya dalam karya
satra. Dalam hal mengkaji bahasa-bahasa yang bergaya tersebut, terdapat
berbagai aspek yang dapat dikaji oleh stilistika, mulai dari intonasi, bunyi,
kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan
gaya kalimat.
Ranah
penelitian stilistika biasanya dibatasi pada teks tertentu. Pengkajian
stilistika adalah meneliti gaya sebuah teks sastra secara rinci dengan
sistematis memperhatikan preferensi penggunaan kata, struktur bahasa, mengamati
antarhubungan pilihan kata untuk mengidentifikasikan ciri-ciri stilistika (stilistic features)
yang membedakan pengarang (sastrawan) karya, tradisi, atau periode lainnya.
Ciri ini dapat bersifat fonologi (pola bunyi bahasa, mantra dan rima),
sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi, frekuensi penggunaan kelas
kata tertentu) atau retoris (majas dan citraan). Apresiasi stilistika merupakan
usaha memahami, menghayati, dan mengaplikasi gaya agar melahirkan efek
artistik. Efek-efek tersebut akan tampak pada ekspresi individual pengarang.
Adapun objek kajian stilistika yaitu pribahasa, ungkapan, aspek kalimat, gaya
bahasa, plastik bahasa, dan kalimat asosiatif (Natawidjaya, 1986:5). Berikut
akan dijelaskan satu per satu.
1.
Peribahasa
Peribahasa
adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan dalam bentuk tulisan
maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu sebagai berikut.
a.
Bidal Bahasa
Bidal bahasa ialah peribahasa
sebagai pemanis percakapan atau kalimat dalam tulisan. Misalnya,
Ø Angin
bertiup sepoi-sepoi basah. Artinya,
demikian lembutnya seperti yang selalu dikatakan orang.
Ø Beban sudah
di pintu. Artinya,
segala sesuatu yang telah patut. Anak perempuan dewasa patut dipersuamikan.
Warisan yang sudah patut dibagi. Hidangan yang sudah patut dimakan.
Ø Telaga di
bawah gunung. Artinya,
seorang istri yang baik nasibnya, membawa rezeki.
b.
Pepatah
Pepatah
sering juga disebut dengan pematah. Pepatah berisi kecaman, sanggahan atau
petuah. Pepatah termasuk peribahasa yang digunakan dalam percakapan untuk
mematahkan perkataan lawan bicara sehingga ia berhenti atau memahami, dan
menyadari kesalahannya. Misalnya,
Ø Ada
sepanjang jalan, cupak sepanjang betung. Artinya,
segala sesuatu pekerjaan ada aturannya. Dalam setiap pergaulan, ada etiketnya.
Laki-laki atau perempuan mempunyai cara-cara tersendiri menurut kodratnya.
Ø Menjilat air
liur. Artinya, yang sudah dibuang dan
dihinakan, dimuliakan kembali.
Ø Kasih ibu
sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan. Artinya, kasih seorang ibu tak pernah putus dan selalu abadi, kasih anak
kadang-kadang sangat sedikit.
Ø Kacang lupa
pada kulit. Artinya,
orang yang tidak sadar pada asalnya.
c.
Amsal
Amsal
berasal dari bahasa Arab, yaitu sama dengan perumpamaan. Amsal ialah peribahasa
yang memiliki susunan kata yang mengandung asosiasi, yang bersifat sama dengan
yang dimaksud. Isi amsal bisa berupa petatah atau petitih. Di depan susunan
amsal, sering didahului kata umpama, bagai, bak, atau seperti. Misalnya,
Ø Bagai air di
daun talas. Artinya,
orang yang tidak tetap pendiriannya.
Ø Seperti rusa
masuk kampung. Artinya,
perihal orang yang tercengang-cengang melihat keindahan.
Ø Bagai tokak
lekat di kening. Artinya,
rasa malu yang tidak dapat disembunyikan.
Ø Bagai air
dengan tebing. Artinya,
sepasang suami istri yang saling sayang menyayangi.
d.
Petitih
Petitih
ialah peribahasa yang mengandung nasihat atau pelajaran tentang kehidupan manusia.
Petitih ini sering juga disebut dengan hadis melayu. Kebanyakan susunan petitih
terdiri dari dua bagian, seperti bentuk gurindam. Kalimat yang pertama berisi
sebab dan kalimat kedua berisi akibat. Misalnya,
Ø Mumbang
jatuh, kelapa jatuh. Artinya, setiap
makhluk hidup akan mengalami kematian.
Ø Datang
nampak muka, pergi Nampak punggung. Artinya,
dating dengan baik, pergi pun harus dengan baik.
Ø Perang
bermalaikat, sabung berjuara. Artinya,
janganlah kita terkabur, segala penderitaan, permainan, Tuhan jualah yang
menentukan.
Ø Ibarat ayam
pungguk, segan mencakar, rajin mematuk. Artinya, hal
orang yang duduk-duduk saja di rumah, tapi ia segan mencari nafkah.
e.
Kalimat Bersayap
Kalimat
bersayap disebut juga kata-kata mutiara. Kalimat bersayap ialah susunan kata
yang mengandung firman, falsafah, pepatah, atau petitih. Kalimat bersayap
diucapkan oleh pujangga, rasul, nabi, atau filsuf. Prinsip arti materinya
terdapat dalam susunan kalimtanya, sedangkan arti konotatifnya, diciptakan
melalui usaha tafsiran. Misalnya,
Ø Biar kamu
rahasiakan perkataan kamu, maupun kamu nyatakan, sesungguhnya Allah itu
mengetahui segala isi hati manusia. (Al-Qur’an, surat Al Muluk
ayat 13).
Ø Kebenaran
itu dalam sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh manusia.(Democritus).
Ø Hanya yang
ada itu ada, yang tiada itu tidak. (Permenides).
Ø Semuanya itu
air. Semuanya itu satu. (Thales).
2.
Ungkapan
Ungkapan ialah hasil pemencilan dua
buah kata atau lebih untuk menyatakan suatu maksud yang mempunyai asumsi,
berkias, atau berkonotasi. Ungkapan bisa berbentuk kata majemuk atau kelompok
kata. Melihat dari frekuensi pemakaiannya, ungkapan lebih banyak digunakan
dalam bahasa sehari-hari, maupun karangan, jika dibandingkan dengan pemakaian
peribahasa. Hal ini dimungkinkan oleh bentuk ungkapan yang pendek dan mudah
diingat. Bagian ungkapan terdiri dari unsur inti dan unsur penjelas. Unsure
inti adalah unsure yan diterangkan dan unsure penjelas ialah unsure yang
menerangkan. Sifat ungkapan bahasa Indonesia ialah menurut hokum DM
(Diterangkan Menerangkan). Misalnya,
Ø mencari muka –
melakukan sesuatu yang baik agar mendapat perhatian
Ø berdahi sempit –
berpikiran pendek, pesimistis, kuatir akan hari esok
Ø menutup mata –
mati, meninggal, wafat, tutup usia
Ø buah bibir –
diceritakan orang karena kebaikannya
Ø makan tangan –
mendapat untung, laris dagangannya
Ø kabar angin –
desas desus
Ø anak emas –
orang yang paling dikasihi
3.
Aspek Kalimat
Aspek ialah
segi pandangan dari sudut mana kita melihat sebuah kalimat sehingga kita
memperoleh pengertian yang khas dari maksud kalimat tersebut. Terdapat beberapa
jenis aspek kalimat yaitu sebagai berikut.
a.
Aspek Inkhoatif (Inchoative Aspect, Sudut
Mula Kerja)
Dalam aspek
inkhoatif, sudut pandangan terletak pada proses suksesif (berurutan), tetapi
tidak merupakan sebab akibat dan kejadian atau peristiwa itu selalu didahului
oleh perbuatan pertamanya. Misalnya, sesudah puas melihat pameran itu,
kami pun pulang.
b.
Aspek Duratif (Durative Aspect, Sudut
Terikat Waktu)
Titik
perhatiab aspek duratif terletak saat berlakunya peristiwa, kejadian, atau
perbuatan yang terikat oleh waktu. Jadi, sifatnya sementara. Misalnya, saya
pinjam sebentar saja.
c.
Aspek Resultatif (Resultative Aspect, Sudut
Kesimpulan)
Aspek
resultatif terdapat dalam kalimat yang mempunyai sebab akibat. Kalimat kedua merupakan
perkembangan kalimat pertama. Jadi, terdapat hubungan kait-mengait. Misalnya,karena
terlambat satu menit, saya ketinggalan kereta.
d.
Aspek Progesif (Progressive Aspect, Sudut
Urutan Maju)
Aspek
progresif dapat dilihat dari urutan kejadiannya yang kronologis dan sedang
berlangsung. Misalnya, kemarin ia kehujanan, sekarang ia sakit.
e.
Aspek Frekuentatif (Frequentative Aspect, Sudut
Kerap Tidaknya)
Frekuentatif
artinya kerap atau jarang sesuatu kejadian atau peristiwa itu timbul atau
terjadi. Misalnya, sekali-sekali nampak motor hitam lewat,
remang-remang saja bentuknya.
f.
Aspek Hipotesis (Hypothesis Aspect, Sudut
Kemungkinan)
Hipotesis
ialah sesuatu yang dianggap benar, yakni proses kejadian yang telah lampau atau
yang akan datang berdasarkan tanggapan hokum-hukum atau bukti-bukti yang
berlaku sekarang. Prosesnya mengandung kecendekiaan. Sifatnya indetorminatif.
Tidak terikat oleh waktu. Karena itu, hasilnya dapat positif atau negative.
Misalnya, nanti, engkau akan disambut dengan meriah.
g.
Aspek Habituatif (Habituative Aspect, Sudut
Kebiasaan)
Titik
perhatian aspek habituatif ialah perbuatan/kelakuan atau peristiwa berlaku atau
terjadi dengan perulangan yang tetap. Dalam kalimat seharu-hari, ditandai oleh
kata tugas, yaitu setiap, selalu, tiap-tiap, biasa, dan
lain-lain. Misalnya, ia selalu ingat padaku.
h.
Aspek Komparatif (Comparative Aspect, Sudut
Perbandingan)
Untuk
mengimajinasikan sesuatu hal, kita bisa membandingkan dengan benda yang
bersifat sama. Misalnya, setelah bersujud untuk kedua kalinya, pemuda kita
mengundurkan diri dengan perasaan seakan-akan baru lulus ujian berat.
i.
Aspek Realis (Realist Aspect, Sudut
Kenyataan)
Realis ialah
bersifat kenyataan. Jadi, aspek realis meninjau suatu kejadian atau peristiwa
ataupun perbuatan dari sedang berlangsungnya atau sudah berlangsungnya.
Sifatnya nyata. Misalnya, ia membaca buku di perpustakaan tiga jam yang
lalu.
j.
Aspek Arealis (Arealist Aspect, Sudut Belum
Nyata)
Aspek
arealis merupakan kebalikan dari aspek realis. Arealis artinya belum nyata,
belum terbukti, atau akan terjadi. Misalnya, seandainya saja Afif
mencintaiku seperti aku mencintainya, aku pasti akan sangat bahagia.
4.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa
adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai efek tersendiri
terhadap pemerhati. Dengan pola materi, akan menimbukan efek lahiriah (efek
bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola makna) akan menimbulkan efek
rohaniah. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa. Jenis-jenis tersebut
dikelompokkan dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa perbandingan,
pertentangan, pertautan, dan perulangan.
5.
Nilai Kata
Nilai kata
ialah nilai rasa kata yang menimbulkan pengertian khusus dan bersifat gaya
bahasa trofen atau metonimia. Misalnya,
Nilai
rendah (bahasa umum
|
Nilai
tinggi (bahasa sastra)
|
Patah
semangat
|
Rapuh
|
Badan
|
Tubuh
|
Serapah
|
Kutuk
|
Gudang
padi
|
Lumbung
|
Jarang
|
Langka
|
Perempuan
muda
|
Dara
|
mati
|
Gugur,
tutup usia, terbang nyawanya
|
6.
Plastik Bahasa
Plastik
bahasa ialah kalimat penulis yang emosional dalam menggambarkan sesuatu hal
sehingga menimbulkan gambaran yang jelas. Sifatnya subjektif. Plastic bahasa
atau liris prosa ini sebagai hasil ekspresi individual spesifik penulis pada
setiap jenis karangannya. Plastic bahasa menimbulkan gambaran dalam pikiran
karena terdapat, yaitu (a) penonjolan pokok pikiran, (b) retorika, (c)
pemunculan bahasa daerah atau bahasa asing untuk memperjelas, (d) asosiatif,
dan (e) bersifat siaran pandangan mata.
7.
Kalimat Asosiatif
Kalimat asosiatif mengandung tiga
pengertian pokok yaitu sebagai berikut. Pertama,kalimat asosiatif
merupakan kalimat konotatif karena pokok pikiran merupakan lambang dari
ekspresi individual. Kedua, kalimat asosiatif ialah kalimat
yang mengandung kata-kata terlarang atau pamali bagi sebagian besar orang
Indonesia. Ketiga, kalimat asosiatif adalah kalimat yang pokok
pikiran atan objeknya mengandung kepercayaan atau tabu.
Contoh kalimat asosiatif I
o
melati – kesucian, gadis cantik
o warna merah –
keberanian
o warna hitam –
kesedihan atau ketuhanan
contoh kalimat asosiatif II
Bentuk
kata
|
Tabu bagi
daerah
|
membujang
|
Tapanuli
|
Kancing
|
Minagkabau
|
Butuh
|
Palembang,
Pontianak
|
momok
|
Jawa barat
(pasundan)
|
Contoh kalimat asosiatif III
Nama
binatang
|
Nama
penghindar tabu
|
daerah
|
Harimau
|
Datuk,
mbah,
kyai
aden-aden
|
Sumatera
Jawa barat
Jawa
tengah
kalimantan
|
kucing
|
Enyeng
|
sumedang
|
C. Tujuan Stilistika
Dalam kedudukannya sebagai teori dan pendekatan
penelitian karya sastra yang berorientasi linguistik, stilistika mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1)
Untuk
menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam apresiasi estetik dengan
perhatian linguis dalam deskripsi linguistik, seperti yang dikemukakan oleh
Leech & Short (1984: 13).
2)
Untuk menelaah
bagaimana unsur-unsur bahasa ditempatkan dalam menghasilkan pesan-pesan aktual
lewat pola-pola yang digunakan dalam sebuah karya sastra (Widdowson, 1979:
202).
3)
Untuk
menghubungkan intuisi-intuisi tentang makna-makna dengan pola-pola bahasa dalam
teks (sastra) yang dianalisis.
4)
Untuk menuntun
pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dikemukakan pengarang dalam
karyanya dan memberikan apresiasi yang lebih terhadap kemampuan bersastra
pengarangnya (Brooke, 1970: 131).
5)
Untuk menemukan
prinsip-prinsip artistik yang mendasai pemilihan bahasa seorang pengarang.
Sebab, setiap penulis memiliki kualitas individual masing-masing (Leech dan
Short, 1984: 74).
6)
Kajian
stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan yang
tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik bahasa
(Sudjiman, 1995: 56).
Dalam aplikasinya, kajian stolistika karya sastra
ditinjau dari kompleksitasnya terbagi menjadi dua macam. Pertama, kajian
stilistika karya sastra difokuskan pada pemberdayaan segenap potensi bahasa
melalui ekploitasi dan manipulasi bahasa sebagai tanda-tanda linguistik semata.
Tanda-tanda linguistik itu meliputi keunikan dan kekhasan bunyi bahasa, diksi,
kalimat, wacana, bahasa figuratif dan citraan. Kedua, kajian stilistika
yang secara lengkap mengkaji pemanfaatan berbagai bentuk kebahasaan yang
sengaja diciptakan oleh sastrawan dalam karya sastra sebagai media ekspresi
gagasannya.
D.
Manfaat
Stilistika
Berbagai
manfaat diperoleh dari stilistika bagi pembaca sastra, guru sastra, kritikus
sastra, dan sastrawan. Manfaat menelaah stilistika ialah sebagai berikut.
1)
Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan
bahasa yang universal dari segi bahasa dalam karya sastra lebih.
2)
Menerangkan secara baik keindahan sastra dengan
menunjukkan keselarasan penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya
sastra.
3)
Membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik.
4)
Membimbing sastrawan memperbaiki atau meninggikan mutu
karya sastranya.
5)
Kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu
karya sastra dengan karya sastra yang lain.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Stilistika
merupakan Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan
mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya.
2.
Objek kajian
stilistika adalah gaya bahasa yang terdapat dalam teks sasatra. Gaya bahasa
tersebut mencakup: pribahasa, ungkapan, aspek kalimat, gaya bahasa,
plastik bahasa, dan kalimat asosiatif.
3.
Tujuan dari stilistika adalah sebagai berikut:
Ø Untuk menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam
apresiasi estetik dengan perhatian linguis dalam deskripsi linguistik, seperti yang
dikemukakan oleh Leech & Short (1984: 13).
Ø Untuk menelaah bagaimana unsur-unsur bahasa
ditempatkan dalam menghasilkan pesan-pesan aktual lewat pola-pola yang
digunakan dalam sebuah karya sastra (Widdowson, 1979: 202).
Ø Untuk menghubungkan intuisi-intuisi tentang
makna-makna dengan pola-pola bahasa dalam teks (sastra) yang dianalisis.
Ø Untuk menuntun pemahaman yang lebih baik terhadap
makna yang dikemukakan pengarang dalam karyanya dan memberikan apresiasi yang
lebih terhadap kemampuan bersastra pengarangnya (Brooke, 1970: 131).
Ø Untuk menemukan prinsip-prinsip artistik yang mendasai
pemilihan bahasa seorang pengarang. Sebab, setiap penulis memiliki kualitas
individual masing-masing (Leech dan Short, 1984: 74).
Ø Kajian stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam
memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan
makna dan efek estetik bahasa (Sudjiman, 1995: 56).
4.
Manfaat dari stilistika adalah sebagai berikut:
Ø Mendapatkan
atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang universal dari segi bahasa
dalam karya sastra lebih.
Ø Menerangkan
secara baik keindahan sastra dengan menunjukkan keselarasan penggunaan
ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya sastra.
Ø Membimbing
pembaca menikmati karya sastra dengan baik.
Ø Membimbing
sastrawan memperbaiki atau meninggikan mutu karya sastranya.
Ø Kemampuan
membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya sastra dengan karya sastra
yang lain.
B.
Saran
Berdasarkan
pemaparan makalah ini, saran ini kami tujukan kepada para pecinta sastra yakni
agar memahami materi stilistika ini, karena menurut kami dengan memahami
stilistika para pecinta sastra akan lebih bisa menghayati kandungan-kandungan
dalam naskah sastra itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://rahayufitri18.blogspot.com /2015/06/materi-perkuliahan-stilistika.html (Diakses pada 10 November
2016, Pukul 10.30 WIB).
http://umum-sastra.blogspot.co.id
/2011/06/stilistika.html (Diakses Pada 10 November 2016, Pukul 10.25 WIB)
Semi, M.
Atar. 2008. Stilistika Sastra. Padang: UNP Press.
Sudjiman
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistik. Jakarta: Grafiti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar