BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
awalnya, psikolinguistik bukanlah ilmu mandiri yang dikaji secara khusus. Psikolinguistik merupakan ilmu yang
dikaji secara terpisah baik
oleh pakar linguistik
maupun pakar psikologi. Istilah psikolinguistik sendiri
pertama kali digunakan oleh Thomas A. Sebeok dan Charles E. Osgood pada tahun 1954 pada sebuah
buku yang berjudul Psycholinguistik : A Survey of Theory and Research Problems. Walaupun
sebetulnya, pengkajian ilmunya
telah dimulai sejak zaman Sokrates dan Panini. Dua
aliran filsafat, yakni empirisme dan rasionalisme turut berkontribusi dalam perkembangan
pemikiran para ilmuan di dua ranah
ilmu
tadi. Filsafat empirisme mengagnggap bahwa ilmu merupakan objek kajian yang dapat dikenali secara
inderawi. Filsafat ini erat kaitannnya
dengan
psikologi asosiasi. Aliran ini mengkaji objek ilmu dengan menganalisis unsur-unsur
pembentuknya sampai sekecil-kecilnya. Aliran
filsafat
rasionalisme mengkaji bahwa akal sebagai faktor yang harus dikaji agar memahami perilaku manusia.
Turunan aliran rasionalisme ini adalah
faham
nativisme, idealisme, dan mentalisme. Dalam makalah sederhana ini akan dituangkan hubungan antara kedua ilmu
yakni psikologi dan linguistik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
proses hubungan timbal balik yang terjadi antara ilmu psikologi dan linguistik
sehingga melahirkan disiplin ilmu psikolinguistik?
2.
Bagaimana
proses perkembangan psikolinguistik?
C.
Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memahamkan pembaca tentang hubungan atau
keterkaitan ilmu psikologi dan linguistik yang akhirnya dari kedua ilmu
tersebut lahirlah disiplin ilmu psikolinguistik.
BAB II
SEJARAH
PERKEMBANGAN PSIKOLINGUISTIK
A.
Psikologi
dalam Linguistik
Jauh
sebelum psikolinguistik berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu sebenarnya telah
banyak dirintis kerja sama dalam bidang linguistik yang memerlukan psikologi
dan sebaliknya kerja sama dalam bidang psikologi yang membutuhkan linguistik.
Hal itu tampak, misaInya sejak zaman Wilhelm Von Humboldt, seorang ahli linguistik
berkebangsaan Jerman yang pada awal abad 19 telah mencoba mengkaji hubungan
bahasa dengan pikiran. Von Humboldt memperbandingkan tata bahasa dari bahasa
Dasar-dasar Psikolinguistik yang berbeda dan memperbandingkan perilaku bangsa
penutur bahasa itu. Hasilnya menunjukkan bahwa bahasa menentukan pandangan
masyarakat penuturnya. Pandangan Von Humboldt itu sangat dipengaruhi oleh
aliran rasionalisme yang menganggap bahasa bukan sebagai satu bahan yang siap
untuk dipotong‑potong dan diklasifikasikan seperti anggapan aliran empirisme.
Tetapi, bahasa itu merupakan satu kegiatan yang mempunyai prinsip sendiri dan
bahasa manusia merupakan variasi dari satu tema tertentu.
Pada awal
abad 20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik bangsa Swiss telah berusaha
menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu di dalam
otak (psikologi). Dia memperkenalkan konsep penting yang disebutnya sebagai langue
(bahasa), parole (bertutur) dan langage (ucapan). De Saussure
menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah langue, sedangkan parole
adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita ingin
mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan kedua
disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada bahasa itu
bersifat psikologis.
Edward
Sapir seorang sarjana Linguistik dan Antropologi Amerika awal abad ke‑20 telah
mengikutsertakan psikologi dalam kajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat
memberikan dasar yang kuat bagi kajian bahasa. Sapir juga telah mencoba
mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Simpulannya ialah bahasa itu
mempengaruhi pikiran manusia. Linguistik menurut Sapir dapat memberikan
sumbangan penting bagi psikologi gestalt dan sebaliknya, psikologi gestalt
dapat memberikan sumbangan bagi linguistik.
Pada awal
abad ke‑20, Leonard
Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat dipengaruhi oleh
dua buah aliran psikologi yang bertentangan dalam menganalisis bahasa. Pada
mulanya, ia sangat dipengaruhi oleh psikologi mentalisme dan kemudian beralih
pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh mentalisme, Bloomfield berpendapat
bahwa bahasa itu merupakan ekspresi pengalaman yang lahir karena tekanan emosi
yang yang sangat kuat. Karena tekanan emosi yang kuat itu, misaInya, munculnya
kalimat seruan.
Misalnya:
o Aduh,
sakit, Bu!
o
Kebakaran,
kebakaran, tolong, tolong!
o
Copet, copet!
o Awas,
minggir!
Karena seseorang ingin
berkomunikasi, muncullah kalimat‑kalimat deklaratif. Misalnya:
o
Ibu sedang sakit hari ini.
o
Ayah sekarang membantu ibu
di dapur.
o
Banyak karyawan bank yang
terkena PHK.
o
Para buruh sekarang sedang
berunjuk rasa.
Karena keinginan
berkomunikasi itu bertukar menjadi pemakaian komunikasi yang sebenarnya, maka
mucullah kalimat yang berbentuk pertanyaan. Misalnya:
o
Apakah Ibu
sakit?
o
Siapakah
presiden keempat Republik Indonesia?
o
Mengapa rakyat
Indonesia telah berubah menjadi rakyat yang mudah marah?
o
Apa arti
likuidasi?
o Tahukah
Anda makna lengser keprabon?
Sejak tahun
1925, Bloomfield meninggalkan mentalisme dan mulai menggunakan behaviorisme dan
menerapkannya ke dalam teori bahasanya yang sekarang terkenal dengan nama
linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Otto Jespersen, seorang ahli linguistik Denmark terkenal telah
menganalisis bahasa dari suclut panclang mentalisme dan yang seclikit berbau
behaviorisme. Menurut jespersen, bahasa bukanlah sebuah entitas dalam
pengertian satu benda seperti seekor anjing atau seekor kuda. Bahasa merupakan
satu fungsi manusia sebagai simbol di dalam otak manusia yang melambangkan
pikiran atau membangkitkan pikiran. Menurut Jespersen, berkomunikasi harus
dilihat dari sudut perilaku (jadi, bersifat behavioris). Bahkan, satu kata pun
dapat dibandingkan dengan satu kebiasaan tingkah laku, seperti halnya bila kita
mengangkat topi.
B.
Linguistik
dalam Psikologi
Di samping ada tokoh‑tokoh linguistik yang mencoba menggunakan
psikologi dalam bekerja, sebaliknya ada ahli psikologi yang memanfaatkan atau
mencoba menggunakan linguistik dalam bidang garapannya, yakni psikologi. John
Dewey, misalnya, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang dikenal sebagai
pelopor empirisme murni, telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara
menafsirkan analisis linguistik bahasa kanak‑kanak berdasarkan prinsip‑prinsip
psikologi. Dewey menyarankan, misaInya, agar penggolongan psikologi kata‑kata
yang diucapkan anak‑anak dilakukan berdasaran arti kata‑kata itu bagi anak‑anak
dan bukan berdasarkan arti kata‑kata itu menurut orang dewasa dengan bentuk
tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini berdasarkan prinsip‑prinsip
psikologi, akan dapat ditentukan perbandingan antara kata kerja bantu dan kata
depan di satu pihak dan kata benda di pihak lain. Jadi, dengan demikian kita
dapat menentukan kecenderungan pikiran (mental) anak yang dihubungkan dengan
perbedaan‑perbedaan linguistik itu. Kajian seperti itu menurut Dewey akan
memberikan bantuan yang besar bagi psikologi pada umumnya.
Wundt,
seorang ahli psikologi Jerman yang terkenal sebagai pendukung teori apersepsi
dalam psikologi menganggap bahwa bahasa itu sebagai alat Dasar-dasar
Psikolinguistik untuk mengungkapkan pikiran. Wundt merupakan ahli psikologi
pertama yang mengembangkan teori mentalistik secara sistematis dan sekarang
dianggap sebagai bapak psikolinguistik klasik. Menurut Wundt, bahasa pada
mulanya lahir dalam bentuk gerak‑gerik yang dipakai untuk mengungkapkan
perasaan‑perasaan yang sangat kuat secara tidak sadar. Kemudian terjadilah
pertukaran antara unsur‑unsur perasaan itu dengan unsur‑unsur mentalitas atau
akal. Komponen akal itu kemudian diatur oleh kesadaran menjadi alat pertukaran
pikiran yang kemudian terwujud menjadi bahasa. Jadi, menurut Wundt, setiap
bahasa terdiri atas ucapan‑ucapan bunyi atau isyarat‑isyarat lain yang dapat
dipahami menembus pancaindera yang diwujudkan oleh gerakan otot untuk
menyampaikan keadaan batin, konsep‑konsep, perasaan‑perasaan kepada orang lain.
Menurut Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian pikiran yang mengejawantah
secara serentak.
Titchener,
seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris yang menjadi rakyat Amerika
menggambarkan dan menyebarluaskan ide Wundt itu di Amerika Serikat yang
kemudian terkenal dengan psikologi kesadaran atau psikologi introspeksi.
Pengenalan dan penyebaran teori introspeksi itu kemudian telah mencetuskan satu
revolusi psikologi di Amerika Serikat dengan berkembangnya teori behaviorisme
di mana kesadaran telah disingkirkan dari psikologi dan dari kajian bahasa.
Pillsbury
dan Meader, ahli psikologi mentalisme Amerika Serikat telah mencoba
menganalisis bahasa dari sudut psikologi. Analisis kedua sarjana psikologi itu
sangat baik ditinjau dari segi perkembangan neuropsikolinguistik dewasa ini.
Menurut Pillsbury dan Meader bahasa adalah satu alat untuk menyampaikan
pikiran, termasuk gagasan, dan perasaan. Mengenai perkembangan bahasa, Meader
mengatakan bahwa manusia mula‑mula berpikir kemudian mengungkapkan pikirannya
itu dengan kata‑kata dan terjemahan. Untuk memahaminya, diperlukan pengetahuan
tentang bagaimana kata‑kata mewujudkan dirinya pada kesadaran seseorang,
bagaimana kata‑kata itu dihubungkan dengan ide‑ide jenis lain yang bukan
verbal, juga bagaimana ide‑ide itu muncul dan terwujud dalam bentuk imaji‑imaji,
bagaimana gerakan ucapan itu dipicu oleh ide itu dan akhirnya Dasar-dasar
Psikolinguistik bagaimana pendengar atau pembaca menerjemahkan kata‑kata yang
didengarnya atau kata‑kata yang dilihatnya ke dalam pikirannya sendiri.
Tampaklah dalam pola pikir Meader itu terdapat keselarasan antara tujuan
psikologi mental dengan tujuan linguistik seperti yang dikembangkan oleh
Chomsky.
Watson,
seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika Serikat telah menempatkan perilaku
bahasa pada tingkatan yang sama dengan perilaku manusia yang lain. Dalam
pandangan Watson, perilaku bahasa itu sama saja dengan sistem otot saraf yang
berada dalam kepala, leher, dan bagian dada manusia. Tujuan utama Watson pada
mulanya adalah menghubungkan perilaku bahasa yang implisit, yaitu pikiran
dengan ucapan yang tersurat, yaitu bertutur. Akhirnya Watson menyelaraskan
perilaku bahasa itu dengan kerangka respon yang dibiasakan menurut teori
Pavlov. Menurut penyelarasan itu kata‑kata telah diperlakukan sebagai pengganti
benda-benda yang telah tersusun di dalam satu sisi respon yang dibiasakan.
Karl Buchler
seorang ahli psikologi dari Jerman mengatakan bahwa bahasa manusia mempunyai
tiga fungsi, yaitu ekspresi, evokasi, dan representasi. la menganggap definisi
bahasa yang diberikan Wundt agak berat sebelah. Menurut Buhler, ada lagi fungsi
bahasa yang sangat berlainan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam gerakan
ekspresi, yaitu koordinasi atau penyelarasan. Jadi, satu nama dikoordinasikan
(diselaraskan) dengan isi atau kandungan makna. Dengan demiikian Buhler
mendefiniskan bahasa menurut fungsinya.
Weiss, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika yang terkenal
dan sealiran dengan Watson, telah menggambarkan kerja sama yang erat antara
psikologi dan linguistik. Hal tersebut dibuktikan dengan kontak media artikel
antara Weiss dan Bloomfield serta Sapir. Weiss mengakui adanya aspek mental bahasa,
tetapi karena aspek mental itu bersifat abstrak (tak wujud) sukarlah untuk
dikaji atau didemontrasikan. Oleh sebab itu, Weiss menganggap bahwa bahasa itu
sebagai wujud perilaku apabila seseorang itu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sosialnya. Sebagai suatu bentuk perilaku, bahasa itu memiliki ciri‑ciri
biologis, fisiologis, dan sosial. Sebagai alat ekspresi, bahasa itu memiliki
tenaga mentalitas. Weiss merupakan seorang tokoh yang merintis jalan ke arah
lahirnya disiplin Psikolinguistik. Dialah yang telah berjasa mengubah pikiran
Bloomfield dari penganut mentalisme menjadi penganut behaviorisme dan
menjadikan Linguistik Amerika pada tahun 50‑an berbau behaviorisme. Menurut
Weiss, tugas seorang psikolinguis sebagai peneliti yang terlatih dalam dua disiplin
ilmu, yakni psikologi dan linguistik, adalah sebagai berikut.
1)
Menjelaskan bagaimana
perilaku bahasa menghasilkan satu alam pengganti untuk alam nyata yang secara
praktis tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.
2)
Menunjukkan
bagaimana perilaku bahasa itu mewujudkan sejenis organisasi Dasar-dasar Psikolinguistik sosial
yang dapat ditandai sebagai sekumpulan organisasi kecil yang banyak.
3)
Menerangkan
bagaimana menghasilkan satu bentuk organisasi dan di dalam organisasi itu
pancaindera dan otot‑otot seseorang dapat ditempatkan agar dapat dipakai dan
dimanfaatkan oleh orang lain.
4)
Menjelaskan bagaimana
perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk perilaku yang menjadi fungsi setiap
peristiwa di alam ini yang telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi, di
masa depan.
Kantor, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika mencoba
meyakinkan ahli‑ahli linguistik di Amerika bahwa kajian bahasa tidaklah menjadi
monopoli ahli Linguistik. la mencela keras beberapa ahli filologi yang selalu
berteriak agar ahli psikologi keluar dari kajian bahasa yang menurut ahli
filologi tersebut bukan bidang garapan ahli psikologi. Menurut Kantor, bahasa
merupakan bidang garapan bersama yang dapat dikaji baik oleh ahli psikologi
maupun oleh ahli bahasa. Kantor mengkritik psikologi mentalisme yang menurut
dia psikologi semacam itu tidak mampu menyumbangkan apa‑apa kepada linguistik
dalarn mengkaji bahasa. Bahasa tidak boleh dianggap sebagai alat untuk
menyampaikan ide, keinginan, atau perasaan, dan bahasa bukanlah alat fisis
untuk proses mental, melainkan perilaku seperti halnya perilaku manusia yang
lain.
Caroll, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang sekarang
merupakan salah satu tokoh psikolinguistik modern telah mencoba
mengintegrasikan fakta‑fakta yang ditemukan oleh linguistik murni seperti unit
ucapan, keteraturan, kadar kejadian dengan teori psikologi pada tahun 40‑an.
Kemudian ia mengembangkan teori simbolik, yakni teori yang mengatakan bahwa
respon kebahasaan harus lebih dulu memainkan peranan dalam keadaan isyarat sehingga
sesuatu menjelaskan sesuatu yang lain dengan perantaraan. Keadaan isyarat itu
haruslah sedemikian rupa sehingga organisme dengan sengaja bermaksud agar
organisme lain memberikan respon kepada isyarat itu sebagai satu isyarat.
Dengan demikian, respon itu haruslah sesuatu yang dapat dilahirkan baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh mekanisme‑mekanisme.
C. Kerja Sama Psikologi dan Linguistik
Kerja sama kedua
disiplin ilmu ini pertama kali berlangsung pada tahun
1860. Pada saat itu, Heyman Steinthal seorang ahli psikologi yang beralih menjadi linguis dan Moritz
Lazarus ahli linguistik yang beralih
menjadi
ahli psikologi menerbitkan jurnal “Zeitschrift fur Volkerpsychologie und Sparch Wissenschaft” (Jurnal
Psikologi sosial dan Linguistik). Menurut
Steinthal,
ilmu psikologi tidak mungkin dapat hidup tanpa ilmu linguitik. Pada tahun 1901, Albert Thumb
(ahlilinguistik) dan Karl Marbe (ahli
psikologi)
menerbitkan buku berjudul Experimentelle Untersuchungen iiber die PsychologishenGrundallen der Sparchichen
Analogiebieldung. Kedua pakar tadi menggunakan kaidah-kaidah psikologi
eksperimental untuk meneliti hipotesis-hipotesis
linguistik yang menghasilkan pengaruh sangat kuat akan lahirnya psikolinguistik. Sebuah lembaga sosial Amerika
bernama Social Science Research Council menyelenggarakan
sebuah seminar tahun 1951 mempertemukan para pakar linguistik, psikologi, patologi,
ahli-ahli teori informasi, dan pembelajaran
bahasa.
Mereka merumuskan hubungan kerjasama antara psikologi dan linguistik.
Kemudian pada tahun
1953, Osgood (linguis), Sebeok (linguis),
dan
Caroll (ahli psikologi) bertemu dalam seminar di Universitas Indiana Amerika Serikat. Pertemuan ini
menghasilkan buku Pscholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems.
Buku ini kemudian disunting oleh
Osgoods
dan Sebeok. Inilah buku psikolinguistik pertama yang menggunakan istilah
psikolinguistik. Sebelumnya Albert Thumb dan Karl Marbe
tidak memakai nama itu. Tahun 1946, N.H. Pronko dalam artikelnya yang berjudul “Language and
Psycholinguistics : A Review” dimuat dalam
jurnal
Psychological Bulletin. Pronko mengaku istilah psikolinguistiknya diperoleh dari gurunya Jacob Robert
Kantor dalam buku An Objective
Psycology
of Grammar( 1936).
Dasar-dasar
ilmu psikologi menurut Osgoods dan Sebeok adalah :
1)
Psikolinguistik adalah suatu teori
linguistik berdasarkan bahasa yang
dianggap
sistem elemen yang saling berhubungan erat.
2)
Psikolinguistik adalah satu teori
pembelajaran (menurut behaviorisme)
yang
berdasar pada bahasa yang dianggap sebagai sistem tabiat.
3)
Psikolinguistik adalah satu teori
informasi yang menganggap bahasa
sebagai
alat untuk menyampaikan suatu benda.
D.
Psikolinguistik
sebagai Disiplin Ilmu Mandiri
Dibukanya program
khusus psikolinguistik pada tahun 1953 oleh R. Brown
meruapakn tanda formal ilmu ini adalah disiplin mandiri. Sarjana pertama disiplin ilmu ini adalah
Eric Lenneberg. Pakar lain yang kemudian
muncul
adalah Leshley, Osgoods, Skinner, Chomsky, dan Miller yang kesemuanya sangat berjasa bagi
perkembangan psikolinguistik. Pada
tahun 1957 Skinner menerbitkan buku Verbal Behaviour. Pada tahun yang sama Chomsky
mengeluarkan buku Syntactic Structure. Kemudian
Leshley berpendapat bahwa lahirnya suatu ucapan bukanlah pertalian serentetan respeons
tetapi merupakan kejadian serempak, dan
secara
tidak langsung struktur sintaksis ucapan itu dihubungkan dengan bentuk urutannya.
George
Miller dalam artikelnya yang berjudul “The Psycolinguistics” (1965) menjelaskan bahwa lahirnya
ilmu psikinguistik karena kontribusi ilmu
psikologi
yang mengakui bahwa akal manusia menerima lambang-lambang linguistik, sedangkan linguistik
mengakui bahwa diperlukan psiko-motorsosial
untuk
menggerakkan tata bahasa. Miller pun memperkenalkan teori generatif transformasi Chomsky yang
menganggap bahwa bahasa merupakan
kemampuan manusia yang sangat rumit. Oleh karena itu, tugas psikolinguiatik adalah meneliti
kemampuan yang rumit itu dengan terperinci.
Miller pun menegaskan bahwa bahasa bukan hanya mempermasalahkan
arti tetapi bagaimana kemampuan manusia dalam mengatur
syaraf-sayaraf atau kalimat-kalimat baru yang sangat berguna. Jika disimpulkan, pada awalnya,
psikolinguistik beraliran behaviorisme.
Namun, berdasarkan perkembangannya yang bersifat mentalis
dan mencoba menjelaskan hakikat rumus yang dihipotesiskan, maka kajian psikolinguistik pun semakin
berkembang pada arah kognitif. Lahirnya
tata
bahasa generatif oleh Chomsky merupakan inovasi tersendiri di bisang ini. Oleh karena itu, Chomsky
disebut sebagai “Bapak Linguistik Modern”
sedangkan
Wilhem Wundt disebut sebagai “Bapak Psikolinguistik Klasik”.
E. Tiga Generasi dalam
Psikolinguistik
Perkembangan
disiplin ilmu psikolinguistik telah merangsang Mehler
dan Noizet untuk menulis artikel “Vers une Modelle Psycholinguistique du Locuter”
(1974) yang dimuat di Textes Pour une
Psycholinguistique.
Dalam
artikel ini dijelaskan bahwa ada tiga generasi perkembangan
psikolinguistik.
1) Psikolinguistik Generasi Pertama
Psikolinguistik
generasi pertama ini ditandai oleh
penulisan artikel
“Psycholinguistics : A Survey of Thery and Research Problems” yang disunting oleh C. Osgoods dan
Sebeok. Maka kedua tokoh ini dinobatkan
sebagai tokoh psikolinguistik generasi pertama. Titik pandang Osgoods dan Sebeok dipengaruhi
aliran behaviorisme. Menurut
Parera (1996) dalam Abdul Chaer generasi pertama memiliki tiga kelemahan :
a.
adanya sifat reaktif dari psikolinguistik
tentang bahasa yang memandang
bahwa bahasa bukanlah satu tindakan atau
perbuatan
manusiawi melainkan dipandang sebagai satu
stimulus-respons.
b.
psikolinguistik bersifat atomistik.
Sifat ini nampak jelas ketika Osgoods
mengungkapkan teori pemerolehan bahasa bahwa
jumlah
pemerolehan bahasa adalah kemampuan untuk
membedakan
kata atau bentuk yang berbeda, dan kemampuan
untuk
melakukan generalisasi.
c.
bersifat individualis. Teorinya
menekankah pada eprilaku berbahasa
individu-individu yang terisolasi dari amsyarakat dan
komunikasi nyata.
Tokoh
lain psikolinguistik generasi pertama ini adalah Bloomfoeld dan Skinner.
2)
Psikolinguistik
Generasi Kedua
Teori-teori
generasi pertama ditolak oleh beberapa tokoh seperi Noam Chomsky dan George Miller. Menurut
Mehler dan Noizet, psikologi generasi
kedua
telah mengatasi ciri-ciri atomistik psikolinguistik. Psikologi generasi ini berpendapat bahwa dalam proses
berbahasa bukanlah butir-butir bahasa
yang
diperoleh, melaikan kaidah dan sistem kaidahnya. Di sini, orientasi psikologis digantikan oleh
orientasi linguistik. Penggabungan antara Miller dan
Chomsky meruapakan penggabungan model-model linguistik tata bahasa Chomsky yang relatif berbeda dengan
proses-proses psikologi. Malah Mehler
dan
Noizet mengatakan bahwa psilinguistik generasi kedua anti-psikologi. Tokoh fase ini lebih mengarah pada
manifestasi ujaran sebagai bentuk
linguistik.
G.S. Miller dan Noam Chomsky menyatakan
beberapa hal tentang psikolinguistik
generasi kedua ini dalam artikel “Some Preliminaries to Psycholinguistics” :
a. Dalam
komunikasi verbal, tidak semua ciri-ciri fisiknya jelas dan terang, dan tidak semua ciri-ciri
yang etrang dalam ujaran mempunyai
representasi
fisik.
b. makna
sebuah tuturan tidak boleh dikacaukan dengan apa yang ditunjukkan. Makna adalah sesuatu
yang sangat kompleks yang menyangkut
antar hubungan simbol-simbol atau lambang-lambang. Respons yang terpenggal-penggal
terlalu menyederhanakan manka secara
keseluruhan.
c. Struktur
sintaksis sebuah kalimat terdiri atas satuan-satuan interaksi anatara makna kata yang terdapay
dalam kalimat tersebut. Kalimatkalimat
itu
tersusun secara hierarkis, tetapi belum cukup menjelaskan wujud luar linguistik.
d. Jumlah
kalimat dan jumlah makna yang dapat diejawantahkan tidak terbatas jumlahnya. Pengetahuan
seseorang akan bahasa harus dikaitkan
dengan kemampuan seseorang menyusun bahasa dalam sisitem
sintaksis dan semantik.
e. Harus
dibedakan antara pendeksripsian bahasa denga pendeskripsian pemakaian bahasa. Seorang ahli psikolinguistik
harus merumuskan model-model
pengejawantahan bahasa yang dapat meliputi
pengetahuan
kaidah bahasa.
f. Ada
komponen biologis yang besar untuk menentukan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa ini
tidak tergantung apada intelegensi
dan besarnya otak, melainkan bergantung pada “manusia”.
3)
Psikolinguistik
Gegerasi Ketiga
Psikolinguistik
generasi kedua menyatakan bahwa analisis mereka mengakui
bahasa telah melampaui batas kalimat. Namun, pada kenyataannya,
analisis mereka baru sampai pada tahap kalimat saja, belum pada wacana. Kekurangan analisis
pada psikolinguistik generasi kedua
kemudian
diperbaharui oleh psikolinguistik generasi ketiga. G. Werstch dalam bukunya Two Problems for
the New Psycholinguistics memberi
karakteristik
baru ilmu ini sebagai “psikolinguistik baru”. Beberapa ciri psiklonguistik generasi ketiga ini
adalah :
a.
Orientasi mereka kepada psikologi, tetapi
bukan psikologi perilaku. Seperti
yang diungkapkan Fresse dan Al Vallon (Prancis) dan psikolog Uni Soviet, telah terjadi
proses serempak dari informasi psikologi
dan linguistik.
b.
Keterlepasan mereka dari kerangka
“psikolinguistik kalimat”, dan lebih
mengarah pada “psikolnguistik situasi dan konteks”.
c.
Adanya pergeseran dari analisis proses
ujaran yang abstrak ke satu analisis
psikologis mengenai komunikasi dan pikiran.
Sebetulnya,
psikolinguistik di Rusia lebih dahulu berkembang dari
pada di negara-negara Barat. Hal ini terjadi karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan
perilaku komunikasi dan
perpikiran dalam analisis psikolinguistik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikologi dan linguistik merupakan dua disiplin ilmu
yang tidak dapat dipisahkan.. Objek kajian linguistik
adalah langue (bahasa), sedangkan parole (bertutur) adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita
ingin mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan
kedua disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada
bahasa itu bersifat psikologis.
Selain itu karena fakta membuktikan bahwa ilmu psikologi mengakui akal manusia menerima lambang-lambang linguistik dan ilmu linguistik
mengakui bahwa diperlukan psiko-motorsosial
untuk
menggerakkan tata bahasa.
Maka dari sinilah psikolinguistik akhirnya terlahir menjadi disiplin ilmu
mandiri.
Pada proses perkembangannya psikolinguistik mengalami
penyempurnaan, mulai dari generasi pertama yang banyak terjadi penolakan
terhadap teori-teori didalamnya kemudian mengalami penyempurnaan pada generasi
kedua. Namun generasi kedua ini masih mempunyai kekurangan sehingga pada
akhirnya psikolinguistik mengalami penyempurnaan pada generasi ketiga.
B.
Saran
Berdasarkan pengamatan, Penulis menyarankan kepada
para guru maupun calon guru untuk mempelajari dan mengkaji ilmu
psikolinguistik, karena dengan memahami ilmu ini para guru akan mudah
mengetahui keadaan psikis siswa melalui cara bicaranya. Dengan begitu tentunya
guru akan mengetahui langkah-langkah yang apa yang harus diambil dalam proses
pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Chomsky, Noam. 1957 a. Syntactic Structure. The Haque:
Mouton.
Dardjowidjojo, Sunjono. 2003. Psiko-Linguistik
Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta
: Yayasan Obor.
Djumransjah.
2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang : Bayumedia Publishing.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.
Bandung: Angkasa.
Mar’at, Samsuniwiyati. 2005. Psikolingusitik
Suatu Pengantar. Bandung : Refika
Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar