Minggu, 29 Januari 2017

SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLINGUSTIK



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pada awalnya, psikolinguistik bukanlah ilmu mandiri yang dikaji secara khusus. Psikolinguistik merupakan ilmu yang dikaji secara terpisah baik oleh pakar linguistik maupun pakar psikologi. Istilah psikolinguistik sendiri pertama kali digunakan oleh Thomas A. Sebeok dan Charles E. Osgood pada tahun 1954 pada sebuah buku yang berjudul Psycholinguistik : A Survey of Theory and Research Problems. Walaupun sebetulnya, pengkajian ilmunya telah dimulai sejak zaman Sokrates dan Panini. Dua aliran filsafat, yakni empirisme dan rasionalisme turut berkontribusi dalam perkembangan pemikiran para ilmuan di dua ranah ilmu tadi. Filsafat empirisme mengagnggap bahwa ilmu merupakan objek kajian yang dapat dikenali secara inderawi. Filsafat ini erat kaitannnya dengan psikologi asosiasi. Aliran ini mengkaji objek ilmu dengan menganalisis unsur-unsur pembentuknya sampai sekecil-kecilnya. Aliran filsafat rasionalisme mengkaji bahwa akal sebagai faktor yang harus dikaji agar memahami perilaku manusia. Turunan aliran rasionalisme ini adalah faham nativisme, idealisme, dan mentalisme. Dalam makalah sederhana ini akan dituangkan hubungan antara kedua ilmu yakni psikologi dan linguistik.


B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses hubungan timbal balik yang terjadi antara ilmu psikologi dan linguistik sehingga melahirkan disiplin ilmu psikolinguistik?
2.      Bagaimana proses perkembangan psikolinguistik?
C.       Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memahamkan pembaca tentang hubungan atau keterkaitan ilmu psikologi dan linguistik yang akhirnya dari kedua ilmu tersebut lahirlah disiplin ilmu psikolinguistik.



BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLINGUISTIK
A.      Psikologi dalam Linguistik
Jauh sebelum psikolinguistik berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu sebenarnya telah banyak dirintis kerja sama dalam bidang linguistik yang memerlukan psikologi dan sebaliknya kerja sama dalam bidang psikologi yang membutuhkan linguistik. Hal itu tampak, misaInya sejak zaman Wilhelm Von Humboldt, seorang ahli linguistik berkebangsaan Jerman yang pada awal abad 19 telah mencoba mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Von Humboldt memperbandingkan tata bahasa dari bahasa Dasar-dasar Psikolinguistik yang berbeda dan memperbandingkan perilaku bangsa penutur bahasa itu. Hasilnya menunjukkan bahwa bahasa menentukan pandangan masyarakat penuturnya. Pandangan Von Humboldt itu sangat dipengaruhi oleh aliran rasionalisme yang menganggap bahasa bukan sebagai satu bahan yang siap untuk dipotong‑potong dan diklasifikasikan seperti anggapan aliran empirisme. Tetapi, bahasa itu merupakan satu kegiatan yang mempunyai prinsip sendiri dan bahasa manusia merupakan variasi dari satu tema tertentu.
Pada awal abad 20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik bangsa Swiss telah berusaha menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia memperkenalkan konsep penting yang disebutnya sebagai langue (bahasa), parole (bertutur) dan langage (ucapan). De Saussure menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah langue, sedangkan parole adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita ingin mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan kedua disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada bahasa itu bersifat psikologis.
Edward Sapir seorang sarjana Linguistik dan Antropologi Amerika awal abad ke‑20 telah mengikutsertakan psikologi dalam kajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar yang kuat bagi kajian bahasa. Sapir juga telah mencoba mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Simpulannya ialah bahasa itu mempengaruhi pikiran manusia. Linguistik menurut Sapir dapat memberikan sumbangan penting bagi psikologi gestalt dan sebaliknya, psikologi gestalt dapat memberikan sumbangan bagi linguistik.
Pada awal abad ke‑20, Leonard Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat dipengaruhi oleh dua buah aliran psikologi yang bertentangan dalam menganalisis bahasa. Pada mulanya, ia sangat dipengaruhi oleh psikologi mentalisme dan kemudian beralih pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh mentalisme, Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan ekspresi pengalaman yang lahir karena tekanan emosi yang yang sangat kuat. Karena tekanan emosi yang kuat itu, misaInya, munculnya kalimat seruan.
Misalnya:
o   Aduh, sakit, Bu!  
o   Kebakaran, kebakaran, tolong, tolong!
o   Copet, copet!
o   Awas, minggir!
Karena seseorang ingin berkomunikasi, muncullah kalimat‑kalimat deklaratif. Misalnya:
o   Ibu sedang sakit hari ini.
o   Ayah sekarang membantu ibu di dapur.
o   Banyak karyawan bank yang terkena PHK.
o   Para buruh sekarang sedang berunjuk rasa.
Karena keinginan berkomunikasi itu bertukar menjadi pemakaian komunikasi yang sebenarnya, maka mucullah kalimat yang berbentuk pertanyaan. Misalnya:
o   Apakah Ibu sakit?
o   Siapakah presiden keempat Republik Indonesia?
o   Mengapa rakyat Indonesia telah berubah menjadi rakyat yang mudah marah?
o   Apa arti likuidasi?
o   Tahukah Anda makna lengser keprabon?
Sejak tahun 1925, Bloomfield meninggalkan mentalisme dan mulai menggunakan behaviorisme dan menerapkannya ke dalam teori bahasanya yang sekarang terkenal dengan nama linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Otto Jespersen, seorang ahli linguistik Denmark terkenal telah menganalisis bahasa dari suclut panclang mentalisme dan yang seclikit berbau behaviorisme. Menurut jespersen, bahasa bukanlah sebuah entitas dalam pengertian satu benda seperti seekor anjing atau seekor kuda. Bahasa merupakan satu fungsi manusia sebagai simbol di dalam otak manusia yang melambangkan pikiran atau membangkitkan pikiran. Menurut Jespersen, berkomunikasi harus dilihat dari sudut perilaku (jadi, bersifat behavioris). Bahkan, satu kata pun dapat dibandingkan dengan satu kebiasaan tingkah laku, seperti halnya bila kita mengangkat topi.

B.       Linguistik dalam Psikologi
Di samping ada tokoh‑tokoh linguistik yang mencoba menggunakan psikologi dalam bekerja, sebaliknya ada ahli psikologi yang memanfaatkan atau mencoba menggunakan linguistik dalam bidang garapannya, yakni psikologi. John Dewey, misalnya, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelopor empirisme murni, telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan analisis linguistik bahasa kanak‑kanak berdasarkan prinsip‑prinsip psikologi. Dewey menyarankan, misaInya, agar penggolongan psikologi kata‑kata yang diucapkan anak‑anak dilakukan berdasaran arti kata‑kata itu bagi anak‑anak dan bukan berdasarkan arti kata‑kata itu menurut orang dewasa dengan bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini berdasarkan prinsip‑prinsip psikologi, akan dapat ditentukan perbandingan antara kata kerja bantu dan kata depan di satu pihak dan kata benda di pihak lain. Jadi, dengan demikian kita dapat menentukan kecenderungan pikiran (mental) anak yang dihubungkan dengan perbedaan‑perbedaan linguistik itu. Kajian seperti itu menurut Dewey akan memberikan bantuan yang besar bagi psikologi pada umumnya.

Wundt, seorang ahli psikologi Jerman yang terkenal sebagai pendukung teori apersepsi dalam psikologi menganggap bahwa bahasa itu sebagai alat Dasar-dasar Psikolinguistik untuk mengungkapkan pikiran. Wundt merupakan ahli psikologi pertama yang mengembangkan teori mentalistik secara sistematis dan sekarang dianggap sebagai bapak psikolinguistik klasik. Menurut Wundt, bahasa pada mulanya lahir dalam bentuk gerak‑gerik yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan‑perasaan yang sangat kuat secara tidak sadar. Kemudian terjadilah pertukaran antara unsur‑unsur perasaan itu dengan unsur‑unsur mentalitas atau akal. Komponen akal itu kemudian diatur oleh kesadaran menjadi alat pertukaran pikiran yang kemudian terwujud menjadi bahasa. Jadi, menurut Wundt, setiap bahasa terdiri atas ucapan‑ucapan bunyi atau isyarat‑isyarat lain yang dapat dipahami menembus pancaindera yang diwujudkan oleh gerakan otot untuk menyampaikan keadaan batin, konsep‑konsep, perasaan‑perasaan kepada orang lain. Menurut Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian pikiran yang mengejawantah secara serentak.
Titchener, seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris yang menjadi rakyat Amerika menggambarkan dan menyebarluaskan ide Wundt itu di Amerika Serikat yang kemudian terkenal dengan psikologi kesadaran atau psikologi introspeksi. Pengenalan dan penyebaran teori introspeksi itu kemudian telah mencetuskan satu revolusi psikologi di Amerika Serikat dengan berkembangnya teori behaviorisme di mana kesadaran telah disingkirkan dari psikologi dan dari kajian bahasa.
Pillsbury dan Meader, ahli psikologi mentalisme Amerika Serikat telah mencoba menganalisis bahasa dari sudut psikologi. Analisis kedua sarjana psikologi itu sangat baik ditinjau dari segi perkembangan neuropsikolinguistik dewasa ini. Menurut Pillsbury dan Meader bahasa adalah satu alat untuk menyampaikan pikiran, termasuk gagasan, dan perasaan. Mengenai perkembangan bahasa, Meader mengatakan bahwa manusia mula‑mula berpikir kemudian mengungkapkan pikirannya itu dengan kata‑kata dan terjemahan. Untuk memahaminya, diperlukan pengetahuan tentang bagaimana kata‑kata mewujudkan dirinya pada kesadaran seseorang, bagaimana kata‑kata itu dihubungkan dengan ide‑ide jenis lain yang bukan verbal, juga bagaimana ide‑ide itu muncul dan terwujud dalam bentuk imaji‑imaji, bagaimana gerakan ucapan itu dipicu oleh ide itu dan akhirnya Dasar-dasar Psikolinguistik bagaimana pendengar atau pembaca menerjemahkan kata‑kata yang didengarnya atau kata‑kata yang dilihatnya ke dalam pikirannya sendiri. Tampaklah dalam pola pikir Meader itu terdapat keselarasan antara tujuan psikologi mental dengan tujuan linguistik seperti yang dikembangkan oleh Chomsky.
Watson, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika Serikat telah menempatkan perilaku bahasa pada tingkatan yang sama dengan perilaku manusia yang lain. Dalam pandangan Watson, perilaku bahasa itu sama saja dengan sistem otot saraf yang berada dalam kepala, leher, dan bagian dada manusia. Tujuan utama Watson pada mulanya adalah menghubungkan perilaku bahasa yang implisit, yaitu pikiran dengan ucapan yang tersurat, yaitu bertutur. Akhirnya Watson menyelaraskan perilaku bahasa itu dengan kerangka respon yang dibiasakan menurut teori Pavlov. Menurut penyelarasan itu kata‑kata telah diperlakukan sebagai pengganti benda-benda yang telah tersusun di dalam satu sisi respon yang dibiasakan.
Karl Buchler seorang ahli psikologi dari Jerman mengatakan bahwa bahasa manusia mempunyai tiga fungsi, yaitu ekspresi, evokasi, dan representasi. la menganggap definisi bahasa yang diberikan Wundt agak berat sebelah. Menurut Buhler, ada lagi fungsi bahasa yang sangat berlainan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam gerakan ekspresi, yaitu koordinasi atau penyelarasan. Jadi, satu nama dikoordinasikan (diselaraskan) dengan isi atau kandungan makna. Dengan demiikian Buhler mendefiniskan bahasa menurut fungsinya.
Weiss, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika yang terkenal dan sealiran dengan Watson, telah menggambarkan kerja sama yang erat antara psikologi dan linguistik. Hal tersebut dibuktikan dengan kontak media artikel antara Weiss dan Bloomfield serta Sapir. Weiss mengakui adanya aspek mental bahasa, tetapi karena aspek mental itu bersifat abstrak (tak wujud) sukarlah untuk dikaji atau didemontrasikan. Oleh sebab itu, Weiss menganggap bahwa bahasa itu sebagai wujud perilaku apabila seseorang itu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Sebagai suatu bentuk perilaku, bahasa itu memiliki ciri‑ciri biologis, fisiologis, dan sosial. Sebagai alat ekspresi, bahasa itu memiliki tenaga mentalitas. Weiss merupakan seorang tokoh yang merintis jalan ke arah lahirnya disiplin Psikolinguistik. Dialah yang telah berjasa mengubah pikiran Bloomfield dari penganut mentalisme menjadi penganut behaviorisme dan menjadikan Linguistik Amerika pada tahun 50‑an berbau behaviorisme. Menurut Weiss, tugas seorang psikolinguis sebagai peneliti yang terlatih dalam dua disiplin ilmu, yakni psikologi dan linguistik, adalah sebagai berikut.
1)      Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu alam pengganti untuk alam nyata yang secara praktis tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.
2)      Menunjukkan bagaimana perilaku bahasa itu mewujudkan sejenis organisasi Dasar-dasar Psikolinguistik sosial yang dapat ditandai sebagai sekumpulan organisasi kecil yang banyak.
3)      Menerangkan bagaimana menghasilkan satu bentuk organisasi dan di dalam organisasi itu pancaindera dan otot‑otot seseorang dapat ditempatkan agar dapat dipakai dan dimanfaatkan oleh orang lain.
4)      Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk perilaku yang menjadi fungsi setiap peristiwa di alam ini yang telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi, di masa depan.
Kantor, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika mencoba meyakinkan ahli‑ahli linguistik di Amerika bahwa kajian bahasa tidaklah menjadi monopoli ahli Linguistik. la mencela keras beberapa ahli filologi yang selalu berteriak agar ahli psikologi keluar dari kajian bahasa yang menurut ahli filologi tersebut bukan bidang garapan ahli psikologi. Menurut Kantor, bahasa merupakan bidang garapan bersama yang dapat dikaji baik oleh ahli psikologi maupun oleh ahli bahasa. Kantor mengkritik psikologi mentalisme yang menurut dia psikologi semacam itu tidak mampu menyumbangkan apa‑apa kepada linguistik dalarn mengkaji bahasa. Bahasa tidak boleh dianggap sebagai alat untuk menyampaikan ide, keinginan, atau perasaan, dan bahasa bukanlah alat fisis untuk proses mental, melainkan perilaku seperti halnya perilaku manusia yang lain.
Caroll, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang sekarang merupakan salah satu tokoh psikolinguistik modern telah mencoba mengintegrasikan fakta‑fakta yang ditemukan oleh linguistik murni seperti unit ucapan, keteraturan, kadar kejadian dengan teori psikologi pada tahun 40‑an. Kemudian ia mengembangkan teori simbolik, yakni teori yang mengatakan bahwa respon kebahasaan harus lebih dulu memainkan peranan dalam keadaan isyarat sehingga sesuatu menjelaskan sesuatu yang lain dengan perantaraan. Keadaan isyarat itu haruslah sedemikian rupa sehingga organisme dengan sengaja bermaksud agar organisme lain memberikan respon kepada isyarat itu sebagai satu isyarat. Dengan demikian, respon itu haruslah sesuatu yang dapat dilahirkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh mekanisme‑mekanisme.
   
      C.  Kerja Sama Psikologi dan Linguistik
Kerja sama kedua disiplin ilmu ini pertama kali berlangsung pada tahun 1860. Pada saat itu, Heyman Steinthal seorang ahli psikologi yang beralih menjadi linguis dan Moritz Lazarus ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi menerbitkan jurnal “Zeitschrift fur Volkerpsychologie und Sparch Wissenschaft” (Jurnal Psikologi sosial dan Linguistik). Menurut Steinthal, ilmu psikologi tidak mungkin dapat hidup tanpa ilmu linguitik. Pada tahun 1901, Albert Thumb (ahlilinguistik) dan Karl Marbe (ahli psikologi) menerbitkan buku berjudul Experimentelle Untersuchungen iiber die PsychologishenGrundallen der Sparchichen Analogiebieldung. Kedua pakar tadi menggunakan kaidah-kaidah psikologi eksperimental untuk meneliti hipotesis-hipotesis linguistik yang menghasilkan pengaruh sangat kuat akan lahirnya psikolinguistik. Sebuah lembaga sosial Amerika bernama Social Science Research Council menyelenggarakan sebuah seminar tahun 1951 mempertemukan para pakar linguistik, psikologi, patologi, ahli-ahli teori informasi, dan pembelajaran bahasa. Mereka merumuskan hubungan kerjasama antara psikologi dan linguistik.
Kemudian pada tahun 1953, Osgood (linguis), Sebeok (linguis), dan Caroll (ahli psikologi) bertemu dalam seminar di Universitas Indiana Amerika Serikat. Pertemuan ini menghasilkan buku Pscholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems. Buku ini kemudian disunting oleh Osgoods dan Sebeok. Inilah buku psikolinguistik pertama yang menggunakan istilah psikolinguistik. Sebelumnya Albert Thumb dan Karl Marbe tidak memakai nama itu. Tahun 1946, N.H. Pronko dalam artikelnya yang berjudul “Language and Psycholinguistics : A Review” dimuat dalam jurnal Psychological Bulletin. Pronko mengaku istilah psikolinguistiknya diperoleh dari gurunya Jacob Robert Kantor dalam buku An Objective Psycology of Grammar( 1936). Dasar-dasar ilmu psikologi menurut Osgoods dan Sebeok adalah :
1)      Psikolinguistik adalah suatu teori linguistik berdasarkan bahasa yang dianggap sistem elemen yang saling berhubungan erat.
2)      Psikolinguistik adalah satu teori pembelajaran (menurut behaviorisme) yang berdasar pada bahasa yang dianggap sebagai sistem tabiat.
3)      Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang menganggap bahasa sebagai alat untuk menyampaikan suatu benda.
D.      Psikolinguistik sebagai Disiplin Ilmu Mandiri
Dibukanya program khusus psikolinguistik pada tahun 1953 oleh R. Brown meruapakn tanda formal ilmu ini adalah disiplin mandiri. Sarjana pertama disiplin ilmu ini adalah Eric Lenneberg. Pakar lain yang kemudian muncul adalah Leshley, Osgoods, Skinner, Chomsky, dan Miller yang kesemuanya sangat berjasa bagi perkembangan psikolinguistik. Pada tahun 1957 Skinner menerbitkan buku Verbal Behaviour. Pada tahun yang sama Chomsky mengeluarkan buku Syntactic Structure. Kemudian Leshley berpendapat bahwa lahirnya suatu ucapan bukanlah pertalian serentetan respeons tetapi merupakan kejadian serempak, dan secara tidak langsung struktur sintaksis ucapan itu dihubungkan dengan bentuk urutannya.
George Miller dalam artikelnya yang berjudul “The Psycolinguistics” (1965) menjelaskan bahwa lahirnya ilmu psikinguistik karena kontribusi ilmu psikologi yang mengakui bahwa akal manusia menerima lambang-lambang linguistik, sedangkan linguistik mengakui bahwa diperlukan psiko-motorsosial untuk menggerakkan tata bahasa. Miller pun memperkenalkan teori generatif transformasi Chomsky yang menganggap bahwa bahasa merupakan kemampuan manusia yang sangat rumit. Oleh karena itu, tugas psikolinguiatik adalah meneliti kemampuan yang rumit itu dengan terperinci. Miller pun menegaskan bahwa bahasa bukan hanya mempermasalahkan arti tetapi bagaimana kemampuan manusia dalam mengatur syaraf-sayaraf atau kalimat-kalimat baru yang sangat berguna. Jika disimpulkan, pada awalnya, psikolinguistik beraliran behaviorisme. Namun, berdasarkan perkembangannya yang bersifat mentalis dan mencoba menjelaskan hakikat rumus yang dihipotesiskan, maka kajian psikolinguistik pun semakin berkembang pada arah kognitif. Lahirnya tata bahasa generatif oleh Chomsky merupakan inovasi tersendiri di bisang ini. Oleh karena itu, Chomsky disebut sebagai “Bapak Linguistik Modern” sedangkan Wilhem Wundt disebut sebagai “Bapak Psikolinguistik Klasik”.

E.       Tiga Generasi dalam Psikolinguistik
Perkembangan disiplin ilmu psikolinguistik telah merangsang Mehler dan Noizet untuk menulis artikel “Vers une Modelle Psycholinguistique du Locuter” (1974) yang dimuat di Textes Pour une Psycholinguistique. Dalam artikel ini dijelaskan bahwa ada tiga generasi perkembangan psikolinguistik.

1)      Psikolinguistik Generasi Pertama
Psikolinguistik generasi pertama ini ditandai oleh penulisan artikel “Psycholinguistics : A Survey of Thery and Research Problems” yang disunting oleh C. Osgoods dan Sebeok. Maka kedua tokoh ini dinobatkan sebagai tokoh psikolinguistik generasi pertama. Titik pandang Osgoods dan Sebeok dipengaruhi aliran behaviorisme. Menurut Parera (1996) dalam Abdul Chaer generasi pertama memiliki tiga kelemahan :
a.       adanya sifat reaktif dari psikolinguistik tentang bahasa yang memandang bahwa bahasa bukanlah satu tindakan atau perbuatan manusiawi melainkan dipandang sebagai satu stimulus-respons.
b.      psikolinguistik bersifat atomistik. Sifat ini nampak jelas ketika Osgoods mengungkapkan teori pemerolehan bahasa bahwa jumlah pemerolehan bahasa adalah kemampuan untuk membedakan kata atau bentuk yang berbeda, dan kemampuan untuk melakukan generalisasi.
c.       bersifat individualis. Teorinya menekankah pada eprilaku berbahasa individu-individu yang terisolasi dari amsyarakat dan komunikasi nyata.
Tokoh lain psikolinguistik generasi pertama ini adalah Bloomfoeld dan Skinner.

2)      Psikolinguistik Generasi Kedua
Teori-teori generasi pertama ditolak oleh beberapa tokoh seperi Noam Chomsky dan George Miller. Menurut Mehler dan Noizet, psikologi generasi kedua telah mengatasi ciri-ciri atomistik psikolinguistik. Psikologi generasi ini berpendapat bahwa dalam proses berbahasa bukanlah butir-butir bahasa yang diperoleh, melaikan kaidah dan sistem kaidahnya. Di sini, orientasi psikologis digantikan oleh orientasi linguistik. Penggabungan antara Miller dan Chomsky meruapakan penggabungan model-model linguistik tata bahasa Chomsky yang relatif berbeda dengan proses-proses psikologi. Malah Mehler dan Noizet mengatakan bahwa psilinguistik generasi kedua anti-psikologi. Tokoh fase ini lebih mengarah pada manifestasi ujaran sebagai bentuk linguistik.
G.S. Miller dan Noam Chomsky menyatakan beberapa hal tentang psikolinguistik generasi kedua ini dalam artikel “Some Preliminaries to Psycholinguistics” :
a.       Dalam komunikasi verbal, tidak semua ciri-ciri fisiknya jelas dan terang, dan tidak semua ciri-ciri yang etrang dalam ujaran mempunyai representasi fisik.
b.      makna sebuah tuturan tidak boleh dikacaukan dengan apa yang ditunjukkan. Makna adalah sesuatu yang sangat kompleks yang menyangkut antar hubungan simbol-simbol atau lambang-lambang. Respons yang terpenggal-penggal terlalu menyederhanakan manka secara keseluruhan.
c.       Struktur sintaksis sebuah kalimat terdiri atas satuan-satuan interaksi anatara makna kata yang terdapay dalam kalimat tersebut. Kalimatkalimat itu tersusun secara hierarkis, tetapi belum cukup menjelaskan wujud luar linguistik.
d.      Jumlah kalimat dan jumlah makna yang dapat diejawantahkan tidak terbatas jumlahnya. Pengetahuan seseorang akan bahasa harus dikaitkan dengan kemampuan seseorang menyusun bahasa dalam sisitem sintaksis dan semantik.
e.       Harus dibedakan antara pendeksripsian bahasa denga pendeskripsian pemakaian bahasa. Seorang ahli psikolinguistik harus merumuskan model-model pengejawantahan bahasa yang dapat meliputi pengetahuan kaidah bahasa.
f.       Ada komponen biologis yang besar untuk menentukan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa ini tidak tergantung apada intelegensi dan besarnya otak, melainkan bergantung pada “manusia”.
3)      Psikolinguistik Gegerasi Ketiga
Psikolinguistik generasi kedua menyatakan bahwa analisis mereka mengakui bahasa telah melampaui batas kalimat. Namun, pada kenyataannya, analisis mereka baru sampai pada tahap kalimat saja, belum pada wacana. Kekurangan analisis pada psikolinguistik generasi kedua kemudian diperbaharui oleh psikolinguistik generasi ketiga. G. Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics memberi karakteristik baru ilmu ini sebagai “psikolinguistik baru”. Beberapa ciri psiklonguistik generasi ketiga ini adalah :
a.       Orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Seperti yang diungkapkan Fresse dan Al Vallon (Prancis) dan psikolog Uni Soviet, telah terjadi proses serempak dari informasi psikologi dan linguistik.
b.      Keterlepasan mereka dari kerangka “psikolinguistik kalimat”, dan lebih mengarah pada “psikolnguistik situasi dan konteks”.
c.       Adanya pergeseran dari analisis proses ujaran yang abstrak ke satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran.
Sebetulnya, psikolinguistik di Rusia lebih dahulu berkembang dari pada di negara-negara Barat. Hal ini terjadi karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan perilaku komunikasi dan perpikiran dalam analisis psikolinguistik.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Psikologi dan linguistik merupakan dua disiplin ilmu yang tidak dapat dipisahkan.. Objek kajian linguistik adalah langue (bahasa), sedangkan parole (bertutur) adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita ingin mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan kedua disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada bahasa itu bersifat psikologis.  Selain itu karena fakta membuktikan bahwa ilmu psikologi  mengakui akal manusia menerima lambang-lambang linguistik dan ilmu linguistik mengakui bahwa diperlukan psiko-motorsosial untuk menggerakkan tata bahasa. Maka dari sinilah psikolinguistik akhirnya terlahir menjadi disiplin ilmu mandiri.
Pada proses perkembangannya psikolinguistik mengalami penyempurnaan, mulai dari generasi pertama yang banyak terjadi penolakan terhadap teori-teori didalamnya kemudian mengalami penyempurnaan pada generasi kedua. Namun generasi kedua ini masih mempunyai kekurangan sehingga pada akhirnya psikolinguistik mengalami penyempurnaan pada generasi ketiga.
B.     Saran
Berdasarkan pengamatan, Penulis menyarankan kepada para guru maupun calon guru untuk mempelajari dan mengkaji ilmu psikolinguistik, karena dengan memahami ilmu ini para guru akan mudah mengetahui keadaan psikis siswa melalui cara bicaranya. Dengan begitu tentunya guru akan mengetahui langkah-langkah yang apa yang harus diambil dalam proses pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA
Chomsky, Noam. 1957 a. Syntactic Structure. The Haque: Mouton.
Dardjowidjojo, Sunjono. 2003. Psiko-Linguistik Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta : Yayasan Obor.
Djumransjah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang : Bayumedia    Publishing.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung:            Angkasa.
Mar’at, Samsuniwiyati. 2005. Psikolingusitik Suatu Pengantar. Bandung : Refika
Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar